Kegiatan “Pesantren Konstitusi Bagi Pelajar SMA/SMK/MA/MAK se-Kabupaten dan Kota Bogor” diselenggarakan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 21-23 Juni 2016 di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor. Acara yang diikuti 140 pelajar itu bertujuan untuk meningkatkan pemahaman hak konstitusional bagi pelajar sekolah menengah atas.
“Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menyambut bulan Ramadan. Para pelajar yang hadir ini merupakan calon pemimpin bangsa Indonesia di masa mendatang, sehingga mereka harus diberikan pemahaman tentang Pancasila dan Konstitusi,” ujar Plh. Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Noor Sidharta dalam acara pembukaan Pesantren Konstitusi, Selasa (21/6) pagi.
Dengan demikian, lanjut Sidharta, ke depan para peserta Pesantren Konstitusi ini tidak mengesampingkan adanya ideologi Pancasila. “Ideologi bangsa ini penting. Karena di negara-negara lain seperti Korea, Jepang, Vietnam, ideologi menjadi satu hal yang utama untuk menjaga keutuhan bangsa,” kata Sidharta kepada para pelajar dan guru yang mendampingi.
“Jangan sampai ada dikotomi antara agama dan Pancasila. Para pelajar rentan untuk dipengaruhi untuk hal-hal yang negatif karena lebih mudah mengakses semua informasi melalui media massa. Oleh sebab itulah kami memberikan pemahaman mengenai Pancasila dan Konstitusi agar mereka mengerti. Bahkan ke depan, informasi mengenai Pancasila dan Konstitusi dapat diakses melalui aplikasi di ponsel,” ucap Sidharta.
Usai pembukaan pesantren konstitusi, dilanjutkan dengan penyajian materi berjudul “Pelaksanaan dan Aktualisasi Pancasila Menuju Tatanan Sosial yang Ideal” oleh Pembicara Hayyan ul Haq, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Mataram.
Dalam kesempatan itu, Hayyan menjelaskan hakikat dari Pancasila. “Implementasi prinsip Ketuhanan dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi, berbangsa dan bernegara adalah keimanan, kemuliaan dan keyakinan,” imbuh Hayyan. Sedangkan implementasi prinsip Kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berbangsa dan bernegara adalah kebaikan, kebenaran dan keindahan.
Lain lagi dengan implementasi prinsip Persatuan dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi adalah keutuhan. Kemudian, implementasi prinsip Musyawarah-Mufakat dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi adalah dialog. Selanjutnya, implementasi prinsip Keadilan dalam kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, berbangsa dan bernegara adalah keseimbangan, keutuhan yang menjamin sustainabilitas kehidupan bersama.
Pembicara berikutnya adalah Peneliti MK, Fajar Laksono Soeroso yang memaparkan materi “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Dikatakan Fajar, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia lahir dari rahim reformasi, sebagai lembaga baru yang lahir dari perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pada 1999-2002. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia akhirnya terbentuk pada 13 Agustus 2003, sebagai Mahkamah Konstitusi ke-78 di dunia.
Meskipun demikian, ungkap Fajar, ide awal mengenai perlunya lembaga penguji undang-undang sudah muncul sejak masa perjuangan. Dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), tokoh nasional Moh. Yamin mencetuskan gagasan perlunya badan pembanding undang-undang yang dalam hal ini Balai Agung (Mahkamah Agung di masa itu). Namun ide Yamin ditolak Soepomo. Salah satu alasannya, karena pada saat itu Indonesia belum memiliki banyak ahli untuk menguji undang-undang.
Lebih lanjut Fajar menerangkan, ada dua pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang kedudukannya sejajar, namun memiliki fungsi yang masing-masing berbeda. Bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa antara lembaga negara, memutus sengketa pemilu, memutus pembubaran parpol dan wajib memutus pendapat DPR terkait pemakzulan Presiden.
“Mahkamah Konstitusi adalah lembaga peradilan konstitusi. Di mana pun berada, Mahkamah Konstitusi terkait dengan doktrin bahwa Konstitusi adalah The Supreme Law of The Land, sebagai hukum yang paling tinggi yang harus ditaati oleh semua pihak,” tandas Fajar.
Kunjungan ke MK
Di sela-sela kegiatan “Pesantren Konstitusi Bagi Pelajar SMA/SMK/MA/MAK se-Kabupaten dan Kota Bogor” para peserta sempat bertandang ke Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Pada kesempatan itu, para peserta diterima oleh Peneliti MK, Pan Muhammad Faiz yang kemudian menyampaikan materi “Negara Hukum dan Demokrasi”.
Faiz menjelaskan, Indonesia bukanlah negara sekuler karena masih memasukkan unsur keagamaan dalam tatanan ideologi negara. Contohnya, dalam Pancasila disebutkan pada sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Berbeda dengan negara sekuler yang tidak memasukkan unsur keagamaan dalam ideologi negaranya. Selain itu Faiz menerangkan bahwa Indonesia menganut prinsip Supremasi Konstitusi. Bahwa semua peraturan yang ada di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau Konstitusi.
Lebih lanjut Faiz mengungkapkan 12 prinsip pokok negara hukum seperti dikemukakan Jimly Asshiddiqie, Ketua MKRI pertama. Ada prinsip Supremasi Hukum, Persamaan dalam Hukum, Proses Hukum yang Baik dan Benar. Kemudian ada prinsip Pembatasan Kekuasaan, Lembaga Eksekutif yang Independen, Peradilan Bebas dan Mandiri, Peradilan Tata Usaha Negara. Selanjutnya ada prinsip Peradilan Konstitusi, Perlindungan Hak Asasi Manusia, Sarana Mewujudkan Tujuan Negara, Transparansi dan Kontrol Sosial, serta prinsip Demokratis.
Usai penyampaian materi oleh Faiz, para pelajar juga berkesempatan mengunjungi langsung Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang berada di lantai 5 dan 6 Gedung MK. Banyak pelajar yang terkesan dengan Pusat Sejarah Konstitusi, antara lain dengan melihat pergerakan MK Republik Indonesia (MKRI), problematika, catatan sejarah maupun berbagai hal lainnya terkait MKRI, serta sejarah Konstitusi di Indonesia.
Kegiatan “Pesantren Konstitusi Bagi Pelajar SMA/SMK/MA/MAK se-Kabupaten dan Kota Bogor” dihadiri pula Pembicara Suwendi dari Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kementerian Agama yang menyajikan makalah “Relasi Agama dan Negara”. Dijelaskan Suwendi, secara perspektif Islam setidaknya ada 3 relasi (pola) antara agama dan negara. Ada pola integralistik yang menyatakan agama dan negara merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. “Negara merupakan lembaga politik sekaligus lembaga negara. Pemerintahan negara diselenggarakan atas dasar kedaulatan Tuhan karena kedaulatan berada di tangan Tuhan. Aturan negara harus dijalankan menurut Hukum Tuhan,” ujar Suwendi.
Usai seluruh rangkaian kegiatan Pesantren Konstitusi, berbagai kesan terlontar dari peserta kegiatan Pesantren Konstitusi. Di antaranya dari Rifda, siswi SMA Al-Mukhlisin yang menuturkan bahwa kegiatan yang diikutinya sangat bermanfaat untuk menambah wawasannya di dunia ketatanegaraan. “Paling tidak, saya bisa lebih mengetahui apa itu Mahkamah Konstitusi dan wewenangnya. Kegiatan ini menyenangkan, bisa belajar hal-hal baru tentang politik, demokrasi. Kemudian saat berkunjung ke Pusat Sejarah Konstitusi, saya bisa mengenal tokoh-tokoh nasional yang ikut dalam perjalanan sejarah Konstitusi di Indonesia,” imbuh Rifda.
Selain itu ada Muhammad Rifky Sofyan Sauri, siswa Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami, Bogor. Rifky terkesan dengan Sinema Konstitusi di Pusat Sejarah Konstitusi. Menurut Rifky, menyaksikan Sinema Konstitusi, ia seolah-olah berada dalam masa itu dan ikut berjuang di tengah-tengah pergolakan nasional. “Saya membayangkan betapa beratnya upaya para pejuang kita di masa lalu. Terus mengadakan kegiatan, pertemuan dan sebagainya demi memperjuangkan bangsa Indonesia,” tandas Rifky.
Kegiatan “Pesantren Konstitusi Bagi Pelajar SMA/SMK/MA/MAK se-Kabupaten dan Kota Bogor” akhirnya secara resmi ditutup oleh Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Noor Sidharta pada Kamis (23/6) siang. Dalam kesempatan itu Sidharta menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Keagamaan maupun pihak-pihak terkait lainnya. “Kami berharap, tahun depan acara semacam ini bisa dilaksanakan dua kali selama Ramadan,” pungkas Sidharta. (Nano Tresna Arfana/lul)