Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pemeriksaan pendahuluan uji materi UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu (UU Penyelenggara Pemilu), Kamis (16/6). Pemohon perkara teregistrasi Nomor 48/PUU-XIV/2016 tersebut adalah Abdul Bahar, seorang warga Sulawesi Tenggara.
Melalui video conference, Pemohon memaparkan pokok permohonannya. Pemohon yang menguji materi Pasal 2 huruf a sampai dengan huruf l UU Penyelenggara Pemilu merasa hak konstitusionalnya sebagai pemilih dalam pilkada terlanggar. Sebab, penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2012 oleh KPUD Sulawesi Tenggara dinyatakan melanggar kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Selain itu, kelima komisioner KPU Sulawesi Tenggara juga dipecat oleh KPU Pusat, kemudian KPU Pusat mengambil alih Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara 2012. “Berdasarkan akan kejadian tersebut, sesuai penjelasan Pasal 1 ayat (6), pemilu yang diselenggaraan KPU Pusat bagi pemohon bukan pemilihan gubernur melainkan pemilihan presiden,” ujar Bahar dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Aswanto.
Oleh karena itu, menurut Pemohon, penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara 2012 tidak sesuai dengan UU Penyelenggara Pemilu dan bertentangan dengan UUD 1945.
Salah Alamat
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menilai Pemohon menggunakan logika berpikir yang tidak tepat. Palguna melihat tidak ada persoalan konstitusionalitas dalam permohonan Pemohon.
“Saudara ini kan mempersoalkan penyelenggaraan pemilu pemilihan gubernur di Sulawesi Tenggara yang didasarkan atas Undang-Undang Penyelenggara Pemilu. Jadi, bukan soal kesalahan dari Undang-Undang Penyelenggara Pemilunya tetapi praktik penyelenggaraan pemilihan itu yang Saudara persoalkan,” jelasnya.
Sementara, Hakim Konstitusi Manahan Sitompul menyebut permohonan salah alamat. Sebab yang dipersoalkan Pemohon adalah kecurangan yang terjadi di Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara 2012. “Seharusnya, jika ada kasus seperti ini tentu yang bertanggung jawab badan hukum diluar MK seperti DKPP, Panwaslu ataupun Kepolisian,” ujarnya.
Di akhir sidang, Majelis Hakim memberikan waktu selama 14 hari pada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (ars/lul)