Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 47/PUU-XIV/2016, Kamis (9/6) di ruang sidang MK. Dalam perkara tersebut, Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (SP PLN) memohonkan uji materi Pasal 4 huruf g dan Pasal 15 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Mewakili Pemohon, Ari Lazuardi, menyatakan ketentuan yang mewajibkan pekerja untuk menjadi peserta BPJS tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan berpotensi untuk merugikan hak konstitusional Pemohon. Kepesertaan BPJS yang bersifat wajib, dinilai Pemohon merugikan karena selama ini pemohon sudah menerima manfaat pelayanan jaminan sosial.
“Selama ini kami telah menerima hak atas jaminan sosial yang diberikan oleh pemberi kerja yakni PT PLN dengan kualitas dan pelayanan yang lebih baik daripada BPJS berdasarkan perjanjian kerja bersama antara perusahaan pemberi kerja dengan SP PLN,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Anwar menyarankan agar Pemohon memperhatikan Pasal 15 ayat (1) UU BPJS yang diuji. Sebab, ketentuan tersebut sudah pernah diujikan dan telah diputus Mahkamah dalam Putusan Nomor 138 Tahun 2014. “Jadi, (ketentuan itu, red) sudah dua kali diuji, ya. Jadi, nanti dilihat, apa isi putusannya,” ujar Anwar.
Kemudian, terkait format dan sistematika, Anwar menyarankan agar Pemohon menyesuaikan permohonannya dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 6 Tahun 2005, khususnya Pasal 5. Ketentuan tersebut mengatur penempatan alasan-alasan permohonan dan kerugian konstitusional yang dialami.
Sementara Hakim Konstitusi Manahan Sitompul mengkritik substansi gugatan yang dinilai kasuistik. Pemohonan Pemohon, dinilai Manahan hanya sebatas menjelaskan potensi kerugian yang terjadi di PLN saja. “Sifat putusan MK itu erga omnes, yakni berlaku untuk lingkup luas. Kalau bisa pemohon mesti memberi contoh lain perusahaan diluar PLN,” jelasnya.
Oleh karena itu, Pemohon diberi kesempatan selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan sesuai arahan Majelis Panel tadi. Perbaikan permohonan paling lambat diserahkan Rabu (22/6) pukul 10.00 WIB. (ars/lul)