Wakil ketua Makhamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjadi keynote speaker dalam Seminar Nasional di Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (4/6) di Ballroom Hotel Cavinton, Yogyakarta. Dalam keynote speech yang bertajuk “Tantangan Mahkamah Konstitusi dalam Mengawal Demokrasi ke Depan”, Anwar menyinggung soal pemilu yang menjadi salah satu bagian dari demokrasi Indonesia.
“Pada hakikatnya, pemilu merupakan syarat konkret bagi rakyat untuk menentukan wakil-wakilnya yang duduk dalam suatu jabatan. Oleh karena itu, pemilu merupakan pendelegasian kedaulatan rakyat kepada orang atau organisasi partai politik,” jelas Anwar dihadapan Wakil Rektor, Dekan, dan para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Untuk itu, lanjutnya, agar kemurnian suara rakyat terjaga, proses pemilu harus didesain dengan transparan, akuntabel, dan dengan pengawasan yang ketat. Hal itu dilakukan agar keterpilihan wakil rakyat nanti mendapatkan legitimasi yang kuat karena mendapatkan mandat langsung dari rakyat.
Anwar juga mengatakan bahwa pemilu demokratis berawal pada tahun 2004. Saat itu, rakyat dapat memilih secara langsung presiden dan wakil presiden. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan UUD 1945. Selain itu, juga lahir lembaga baru yang diamanatkan untuk mewakili kepentingan asal daerahnya, yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang lahir pada pemilihan anggota legislatif tahun 2004.
Lebih lanjut, Anwar menjelaskan dalam konteks perkembangan demokrasi dan sistem pemilu, MK dalam putusan Nomor 14 tahun 2013, melakukan reformulasi pemaknaan pasal 6A dan pasal 22E UUD 1945. MK menggunakan pendekatan penafsiran original intent, sistematis, dan gramatikal dalam memaknai pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) serta pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres). Sehingga dengan pemaknaan baru tersebut, berimplikasi kepada pelaksanaan pileg yang semula dilaksanakan terpisah, menjadi bersamaan dengan pilpres. “Hal ini, bertujuan untuk menguatkan sistem presidensial sesuai rancang bangun sistem ketatanegaraan yang kini dianut oleh UUD 1945,” papar Anwar.
Penyelenggeraan pilpres dan pileg yang dilakukan secara serentak, lanjut Anwar, diharapkan dapat menciptakan efisiensi dalam beberapa hal, antara lain untuk menghemat penggunaan uang negara untuk pembiayaan penyelenggaraan pemilu, serta diharapkan dapat mengurangi pemborosan waktu dan mengurangi konflik atau gesekan horizontal ditengah masyarakat. “Selain itu, pilpres dan pileg yang dilakukan serentak menjadi sarana pendidikan politik (politic education) bagi masyarakat, untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan cerdas,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Anwar juga mengatakan guna mencapai hasil pemilu yang diharapkan tersebut, dibutuhkan kerjasama seluruh organ negara maupun pemerintah, dan penyelenggara pemilu, antara lain Bawaslu, DKPP, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta MK. “Dengan kerja sama dari seluruh organ tersebut, pasti akan menciptakan suatu pemilu yang bersinergi, demi terjaganya kedaulatan rakyat. Terlebih bagi para peserta pemilu, harus memahami amanah berupa jabatan yang diemban kelak, baik di tingkat legislatif maupun eksekutif, harus dipandang sebagai jabatan yang harus dipertanggungjawabkan, tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat kelak,” tutup Anwar. (hamdi/lul)