Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016, Selasa (7/6) di ruang sidang MK. Perkara yang dimohonkan sejumlah masyarakat dengan latar belakang berbeda tersebut memohonkan uji materi Pasal 284 ayat (1) sampai ayat (5), Pasal 285, dan Pasal 292 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP).
Mewakili para Pemohon, Evi Risna Yanti memaparkan pokok permohonannya. Dijelaskan Evi, para Pemohon merasa dirugikan hak konstitutionalnya untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan sebagai pribadi, keluarga, dan masyarakat atas berlakunya pasal yang mengatur mengenai perzinaan, perkosaan, dan pencabulan tersebut.
“Apalagi kita sadari KUHP disusun para ahli hukum Belanda yang hidup ratusan tahun lampau. Tentulah keadaan masyarakat pada saat penyusunannya sudah sangat jauh berbeda dengan masa kini,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Selain itu, Evi menegaskan KUHP disusun oleh mereka yang tak meyakini Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu, menurutnya, dapat dipastikan tidak sepenuhnya ketentuan dalam KUHP sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang menjiwai setiap hukum positif di Indonesia. Evi menilai pasal-pasal terkait perzinahan tersebut tidak cukup jelas untuk melindungi hak konstitusional para Pemohon.
Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Anwar Usman menyarankan agar Pemohon memperjelas hubungan antara alasan permohonan dan petitum. “Misal, dijelaskan konsep mengenai zina dari segi hukum adat maupun agama seperti apa. Selain itu, lebih baik ditambahkan contoh kasus konkret adan faktual yang sifatnya merugikan dengan berlakunya pasal-pasal tersebut,” jelasnya.
Sementara, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengkritik petitum dalam permohonan. Menurut Palguna, petitum tersebut meminta MK menjadi pembuat undang-undang layaknya DPR. “Saya tegaskan MK adalah negative legislator dan bukan positive legislator. Artinya, kewenangannya sebatas mencoret pasal-pasal yang ada,” ujar dia.
Jika Pemohon ingin berhasil, saran Palguna, isi petitum jangan mengarahkan MK menjadi positive legislator. Sebab, permohonan nantinya akan dinyatakan tidak dapat diterima karena adanya cacat formil.
Dalam perkara tersebut, terdapat 12 pemohon dengan latar belakang beragam seperti akademisi dan pekerja swasta. Ke 12 nama tersebut yakni Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti., M.Si (Pemohon I) 2. Rita Hendrawaty Soebagio, Sp.Psi., M.Si. (Pemohon II); 3. Dr. Dinar Dewi Kania (Pemohon III) 4. Dr. Sitaresmi Sulistyawati Soekanto (Pemohon IV) 5. Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya, S.S., M.A. (Pemohon V) 6. Dr. Sabriaty Aziz (Pemohon VI) 7. Fithra Faisal Hastiadi, S.E., M.A. M.Sc., Ph.D (Pemohon VII) 8. Dr. Tiar Anwar Bachtiar, S.S., M.Hum. (Pemohon VIII) 9. Sri Vira Chandra D, S.S., MA (Pemohon IX) 10.Qurrata Ayuni, S.H. (Pemohon X) 11.Akmal, S.T., M.Pd.I. (Pemohon XI) 12.Dhona El Furqon, S.H.I., M.H. (Pemohon XII). (ars/lul)