Kamis (2/6), Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menerima kunjungan rombongan mahasiswa. Kali ini, MK kedatangan 86 orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Kunjungan para mahasiswa tersebut diterima langsung oleh Peneliti MK, Pan Mohamad Faiz.
Bertempat di Aula Lantai Dasar Gedung MK, Faiz menyampaikan materi seputar MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan didampingi Dosen FH Universitas Lampung, Iwan Setiawan selaku moderator, Faiz mula-mula menyampaikan kehadiran MK merupakan buah reformasi.
“Mulai dari perubahan UUD 1945, kehadiran MK tidak terlepas dari buah reformasi. Mulai dari tuntutan reformasi mengenai penegakkan hukum HAM, pemberantasan KKN, sampai dengan mewujudkan kehidupan demokrasi. Ini erat kaitannya dengan embrio kelahiran Mahkamah Konstitusi Indonesia,” jelas Faiz memulai tatap muka.
Meski demikian, Faiz menjelaskan bahwa embrio kelahiran MK di Indonesia tidak dimulai sejak saat itu. Sebab, ide mengenai MK di Indonesia sudah muncul saat sidang BPUPKI tahun 1945 yang dilontarkan oleh Mohammad Yamin. Tidak hanya kedua faktor tersebut, perubahan pasal-pasal dalam UUD 1945 juga menjadi pemicu dibentuknya MK.
Terkait hierarki dalam ketatanegaraan di Indonesia, Faiz menjelaskan bahwa sebelum adanya perubahan UUD 1945, kedaulatan rakyat dipegang sepenuhnya oleh MPR. Sehingga saat itu MPR menjadi lembaga tertinggi negara.
Terkait hadirnya MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Faiz menjelaskan mengenai sifat demokrasi. Menurutnya, demokrasi membawa catat bawaan sejak kelahirannya, yaitu demokrasi hanya melihat suara mayoritas. Selain itu, Faiz menjelaskan bahwa orang-orang yang berada dalam sistem demokrasi, anggota legislatif misalnya sering memberikan janji-janji yang sulit untuk ditepati.
“Contoh yang agak lucu misalnya, banyak calon legislatif berjanji akan membangun jembatan di suatu desa. Padahal di sana tidak ada sungai. Nah, kata seorang politisi dalam sistem demokrasi dikatakan bahwa nanti akan membangun jembatan, setelah itu akan dibangun sungai di bawahnya. Hal-hal ini yang perlu dikawal lewat kedaulatan hukum atau nomokrasi sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum,” jelas Faiz.
Lebih lanjut Faiz menerangkan demokrasi dan nomokrasi kemudian saling terjalin hingga menciptakan konsep negara demokrasi konstitusional yang dianut oleh Indonesia sampai detik ini. Dengan konsep ini, demokrasi dan hukum berjalan beriringan untuk saling mengawal satu sama lain.
Konsep yang demikian terlihat dari struktur ketatanegaraan Indonesia. NamunSetelah amandemen Konstitusi, semua lembaga memiliki kedudukan yang sejajar. Perbedaan antara masing-masing lembaga hanya pada fungsinya.
“Kalau dulu ada lembaga tertinggi negara yaitu MPR, sekarang tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. Semua lembaga tinggi sederajat, termasuk MK,” urai Faiz sembari menyajikan susunan lembaga tinggi negara beserta fungsinya lewat media saji interaktif.
Usai mendengarkan paparan Faiz, para mahasiswa melanjutkan kunjungan ke Pusat Sejarah Konstitusi MK yang bertempat di Lantai 5 dan 6 Gedung MK. (Yusti Nurul Agustin/lul)