Bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI menyelenggarakan Temu Wicara Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI bagi pejabat muspida, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan guru-guru PKn pada Sabtu, 7 Juli 2007. Kegiatan temu wicara yang juga mengusung acara pergelaran wayang purwa dengan lakon Babad Wanamarta ini dihadiri langsung oleh Hakim Konstitusi Dr. Harjono, S.H., MCL.
Selaku tuan rumah pelaksanaan temu wicara, Pemerintah Daerah Boyolali sebagaimana diungkapkan dalam sambutan Bupati Boyolali Drs. Sri Mulyanto sangat berterima kasih atas temu wicara yang dilaksanakan tersebut. Menurut Bupati, kegiatan semacam ini bermanfaat bagi masyarakat secara luas terutama para penyelenggara pemerintahan di daerah untuk memahami UUD 1945 yang telah mengalami perubahan dan sekaligus tentang fungsi serta wewenang lembaga negara Mahkamah Konstitusi.
Hakim Konstitusi Dr. Harjono, S.H., MCL sebagai pembicara utama dalam temu wicara ini menyampaikan pentingnya kita (red. masyarakat) memahami secara tepat Perubahan UUD 1945 dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi terbentuk sebagai perintah Perubahan UUD 1945 khususnya Pasal 24C yang juga terkait erat dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 27, dan Pasal 28, jelas Harjono.
Perubahan UUD 1945 yang dilakukan sebanyak empat kali (1999 s.d. 2002) harus dipahami sebagai satu rangkaian perubahan. Seiring dengan itu, sistem ketatanegaraan juga berubah yang sebelumnya terdapat lembaga tertinggi dan tinggi negara, setelah perubahan sudah tidak ada lagi lembaga dengan kategori seperti itu. Saat ini semua lembaga negara setara, tidak ada pembedaan tertinggi dan tinggi lagi. Struktur lembaga negara yang dulu bersifat hirarkis sekarang sudah tidak lagi sebab fungsi dan wewenang lembaga negara telah diditribusikan (functionally distributed) oleh UUD 1945, imbuh Harjono.
Dalam kesempatan tanya jawab, peserta temu wicara mengajukan banyak pertanyaan dan tanggapan, salah satu penanya yang juga seorang Guru bernama Srikaningsih menyampaikan unek-uneknya bahwa selama ini dalam pemaparan kepada siswa terutama pelajaran PKn banyak mengalami kendala karena antara teori dengan praktik tata negara berbeda apalagi dengan adanya teknologi yang semakin canggih, para anak didik lebih cepat menerima informasi daripada gurunya.
Menanggapi hal tersebut, Harjono menjelaskan bahwa MK saat ini telah menerbitkan buku Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi bagi siswa-siswa SD, SMP, dan SMA di mana buku ini merupakan pengayaan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran (PKn) sehingga diharapkan guru dan siswa dapat memahami lebih baik mengenai sistem ketatanegaraan hasil Perubahan UUD 1945.
Seluruh rangkaian temu wicara di Boyolali ini akhirnya ditutup dengan acara pergelaran wayang purwa yang dilaksanakan bertempat di Desa Blumbang Kecamatan Klego (37 Km dari Kota Boyolali) dengan menghadirkan Dalang Ki Suryanto Purbacarito. Sebagai salah satu kesenian tradisional, ternyata wayang kulit masih mendapat hati para peminatnya terutama masyarakat desa. Hal ini ditunjukkan dengan partisipasi mereka menghadiri pergelaran wayang. Tidak kurang dari 700 orang ikut menikmati pergelaran tersebut. Dalam pergelaran wayang ini, Hakim Konstitusi Dr. Harjono, S.H., MCL menyampaikan sambutan dan ucapan terima kasih atas dukungan masyarakat desa sehingga pergelaran wayang dapat terlaksana. Pergelaran ini diharapkan tidak saja menjadi tontonan tetapi juga sekaligus dapat menjadi tuntunan kita untuk memahami UUD 1945 dan Mahkamah Konstitusi, jelas Harjono. (bw)