Muhammad Sholeh, seorang warga Jawa Timur yang berkeberatan dengan aturan mengenai persyaratan gubernur dan wakil gubernur DI Yogyakarta melakukan perbaikan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Yogyakarta (UUK DIY). Sidang kedua perkara yang teregistrasi dengan nomor 42/PUU-XIV/2016 ini digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (31/5) dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan.
Dalam perbaikan permohonannya, Pemohon menambahkan satu pasal tambahan yakni Pasal 18 ayat (1) huruf c UUK DIY. Pasal tersebut mengatur bahwa calon gubernur maupun wakil gubernur Yogyakarta tidak boleh menjadi anggota partai. Menurut Pemohon, hal tersebut melanggar konstitusi Pasal 28 ayat (3). Bagi Pemohon, keputusan warga negara untuk mengikuti suatu partai politik merupakan sebuah hak yang dilindungi Konstitusi. “Nah, ini menjadi concern Pemohon karena kebetulan Pemohon ini juga pengurus salah satu partai politik,” akunya dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Kemudian terkait kedudukan hukum, Pemohon tetap berpendapat dirinya memiliki kedudukan hukum karena memiliki hak konstitusional untuk dipilih. Pemohon menjelaskan tidak ada undang-undang ataupun Konstitusi yang melarang warga negara untuk mencalonkan di daerah lain. “Misalnya Surabaya ke Solo, ataupun Surabaya ke Madura, tidak ada. Sehingga ketika ada aturan yang melarang, menurut kami itu tentu melanggar hak konstitusional Pemohon,” ujarnya.
Dalam sidang sebelumnya, Pemohon merasa dirugikan oleh berlakunya ketentuan-ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf c, Pasal 18 ayat (2) huruf b, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,Pasal 28 ayat (5) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf j, huruf k UUK DIY. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai pengisian jabatan gubernur dan wagub, persyaratan calon gubernur dan calon wagub, tata cara pengajuan calon, serta verifikasi dan penetapan gubernur dan wagub. Selain itu, ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf c UUK DIY yang mensyaratkan pengisian jabatan gubernur dan wagub DI Yogyakarta harus bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon wagub adalah tidak demokratis. Pemohon merasa haknya untuk dipilih sebagai gubernur maupun wagub terhalang.
Selanjutnya, Pemohon menambahkan bahwa pada dasarnya dirinya tidak mempermasalahkan keberadaan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam. Pemohon hanya ingin mendudukan permasalahan sesuai ketentuan UUD 1945 yang menyebut semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama, termasuk untuk menjadi calon kepala daerah. Hal lain yang melandasi gugatan Pemohon adalah Tahta Sultan dan Adipati Paku Alam yang seumur hidup. ltu sama saja jabatan gubernur dan wakil gubernur DI Yogyakarta tidak bisa dikontrol oleh siapa pun.
Untuk itulah, Pemohon meminta agar MK menyatakan ketentuan-ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf c, Pasal 18 ayat (2) huruf b, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,Pasal 28 ayat (5) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf j, huruf k UUK DIY dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Lulu Anjarsari/lul)