Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan judicial review UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu) terhadap UUD 1945, Selasa (3/7). Persidangan ini mengagendakan Pemeriksaan Pendahuluan.
Permohonan dengan perkara No. 16/PUU-V/2007 ini diajukan oleh 13 partai politik, antara lain, Partai Persatuan Daerah (PPD), Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Pelopor (PP), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), Partai Serikat Indonesia (PSI), dan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB).
Dalam petitumnya, para Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2), Pasal 22E ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28H, dan Pasal 28I UUD 1945 serta menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Bahwa dengan diberlakukannya ketentuan ambang batas (electoral treshold) dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu, urai Kuasa Hukum Syaiful Ahmad Dinar, S.H., M.H., para Pemohon dalam perkara ini merasa hak konstitusionalnya telah dirugikan karena tak bisa mengikuti Pemilu tahun 2009 mendatang, sebab dalam Pemilu tahun 2004 yang lalu, partai-partai ini memperoleh suara rata-rata kurang dari 3% dari jumlah kursi DPR.
Pasal 9 UU Pemilu menyatakan:
(1) Untuk dapat mengikuti Pemilu berikutnya, partai politik peserta pemilu harus:
a. memperoleh sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) jumlah kursi DPR
b. memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursi DPRD Propinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ (setengah) jumlah propinsi seluruh Indonesia atau
c. memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota yang tersebar di ½ (setengah) jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia
(2) Partai Politik peserta Pemilu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengikuti pemilu berikutnya apabila:
a. bergabung dengan partai politik peserta pemilu yang memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
b. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan selanjutnya menggunakan nama dan tanda gambar salah satu partai politik yang bergabung sehingga memenuhi perolehan minimal jumlah kursi; atau
c. bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk partai politik baru sehingga memperoleh minimal jumlah kursi
Para Pemohon, dalam permohonannya juga menjelaskan bahwa tujuan utama mereka mendirikan partai politik adalah agar dapat mengikuti pemilu seterusnya. Dengan mengikuti pemilu, mereka berharap dapat menempatkan wakil-wakilnya di lembaga legislatif demi memperjuangkan hak para Pemohon secara kolektif dan turut menentukan arah kebijakan publik dalam upaya membangun masyarakat, bangsa, dan negara.
Pada persidangan ini, Ketua Panel Hakim Prof. Abdul Mukthie Fadjar S.H., M.S. mempertanyakan, bukankah para Pemohon sebelumnya telah menundukkan diri terhadap UU Pemilu ini. Jangan sampai para Pemohon oleh masyarakat dianggap tidak bertanggung jawab, karena setelah awalnya menyepakati ketentuan pembatasan ini, kemudian beralih meminta MK membatalkan ketentuan tersebut setelah merasa dirugikan oleh ketentuan pembatasan ini, papar Hakim Konstitusi H. Achmad Roestandi, S.H. meneruskan pertanyaan Mukthie Fadjar.
Menjawab pertanyaan tersebut, Syaiful menjelaskan bahwa pada saat Pemilu tahun 2004 berlangsung, para Pemohon belum memiliki legal standing yang kuat untuk mengajukan permohonan karena merasa belum mengalami kerugian konstitusional. Selain itu, jangan hanya partai yang memiliki massa mayoritas saja yang berhak mengikuti pemilu. Seharusnya, partai dengan massa minoritas pun, asalkan telah memenuhi syarat-syarat formal, tetap diberi kesempatan untuk mengikuti pemilu, ujar Syaiful.
13 partai politik ini, lanjut Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., juga mempunyai pemilih loyal di masyarakat. Karena itulah, demi kepentingan partai-partai politik ini dan juga untuk memenuhi hak konstitusional kami, permohonan ini kami ajukan, ucap Asrun.
Sebelum menutup persidangan, Mukthie Fadjar meminta para Pemohon mengelaborasi dan menjelaskan lebih baik tentang legal standing sebagai badan hukum, karena para Pemohon dalam permohonannya memposisikan diri sebagai badan hukum, bukan perorangan. Pemohon tidak bisa mengambil alih begitu saja hak-hak konstitusional perorangan yang diatur dalam konstitusi menjadi hak konstitusional badan hukum, meskipun memang ada beberapa persamaan antara hak perseorangan dengan badan hukum, jelas Mukthie.
Panel Hakim memberi waktu maksimal 14 hari bagi para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (Wiwik Budi Wasito)