Panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Kasianur Sidauruk mengatakan salah satu inspirasi yang bisa kita serap dari berdirinya Boedi Oetomo pada 1908 adalah munculnya sumber manusia Indonesia yang terdidik, memiliki jiwa nasionalisme dan memiliki cita-cita mulia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hal tersebut disampaikan Kasianur saat menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Jumat (20/5) pagi di halaman Gedung MK.
“Dengan tampilnya sumber daya manusia yang unggul inilah semangat kebangkitan nasional dimulai. Perjuangan Boedi Oetomo yang dipimpin oleh Dokter Wahidin Soedirohoesodo dan Dokter Soepomo tersebut kemudian dilanjutkan oleh kaum muda pada 1928 yang kemudian melahirkan Soempah Pemoeda,” jelas Kasianur yang membacakan Sambutan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Dikatakan Kasianur, tantangan-tantangan baru yang muncul di depan kita saat ini memiliki dua dimensi terpenting yaitu kecepatan dan cakupan. Tema “Mengukir Makna Kebangkitan Nasional dengan Mewujudkan Indonesia yang Bekerja Nyata, Mandiri dan Berkarakter” dalam Peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun ini menjadi penting.
“Dengan tema ini kita ingin menunjukkan bahwa tantangan apapun yang kita hadapi saat ini harus kita jawab dengan memfokuskan diri pada kerja nyata secara mandiri dan berkarakter,” ucap Kasianur di hadapan para pegawai MK.
Kasianur menyampaikan, ada penekanan pada dimensi internasional dalam tema tersebut. Kerja nyata, kemandirian dan karakter bangsa Indonesia semua terpusat pada pemahaman bahwa saat ini bangsa Indonesia dihadapkan dalam kompetisi global.
“Persaingan bukan lagi muncul dari tetangga-tetangga di sekitar lingkungan kita saja. Sebaliknya justru inilah saat paling tepat bagi kita untuk bahu-membahu bersama sesama anak bangsa untuk memenangkan persaingan-persaingan pada era globalisasi,” tandas Kasianur.
Diungkapkan Kasianur, pada aspek-aspek kerja nyata, kemandirian dan karakter merupakan kunci untuk menjadi unggul. “Kini bukan saatnya lagi mengedepankan hal-hal sekadar pengembangan wacana yang sifatnya seremonial dan tidak produktif. Kini saatnya bekerja nyata dan mandiri dengan cara-cara baru penuh inisiatif, bukan hanya mempertahankan dan membenarkan cara-cara lama sebagaimana yang telah dipraktikkan selama ini,” imbuh Kasianur.
Hanya karena telah menjadi kebiasaan sehari-hari, tegasnya, bukan berarti sesuatu telah benar dan bermanfaat. “Kita harus membiasakan yang benar dan bukan sekadar membenarkan yang biasa,” tandas Kasianur. (Nano Tresna Arfana/lul)