Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat kunjungan dari 120 Siswa SMA Negeri 21 Kabupaten Tangerang, Kamis (19/5). Kunjungan tersebut disambut Peneliti Muda MK Anna Triningsih.
Dalam pemaparan awal, Anna menerangkan sepak terjang dan fungsi MK dalam ketatanegaraan Indonesia. Hakikatnya, MK adalah lembaga yudikatif yang terdiri dari sembilan hakim. Kesembilan hakim tersebut merupakan representasi pilihan Mahkamah Agung (MA), Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Perinciannya masing-masing berjumlah tiga orang dari pilihan tiap lembaga,” kata Anna.
Terkait tugas dan wewenang MK, Anna menjelaskan terdapat empat kewenangan MK dan satu kewajiban berdasar amanat UUD 1945. Wewenang MK yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
MK, kata Ana, awalnya hanya dapat menguji undang-undang yang terbit setelah masa reformasi. Namun, melalui putusan tahun 2005, MK mengubah ketentuan tersebut. “Undang-undang yang terbit sebelum dan sesudah reformasi semuanya bisa di-judicial review,” jelas dia
Sesi Tanya Jawab
Usai menyampaikan pemaparan, Ana memberi kesempatan ke siswa yang ingin bertanya. Salah satu siswa bernama Ade bertanya mengenai alasan UUD 1945 diamandemen hingga empat kali. Adapun siswi Mariatun Kiptiyah bertanya perbedaan mendasar antara MK dan MA. Apakah proses hukum di MK dapat juga melakukan hal seperti banding dan kasasi.
Ana menjawab jika amandemen sifatnya adalah untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Dia memberi contoh dalam konteks di awal reformasi. Adanya desakan masayarakat untuk mengamandemen UUD 1945 begitu besar. “Ini berujung pada amandemen UUD 1945 mengandung konten perlindungan HAM yang begitu besar,” kata dia.
Meski demikian, lanjut Ana, dirinya menggarisbawahi beberapa hal. Amandemen UUD 1945, menurutnya, membutuhkan proses yang tidak mudah sebab akan menimbulkan dinamika politik yang begitu besar. Selain itu dengan berganti-ganti isi konstitusi membuat keberjalanan bernegara menjadi tidak stabil. “Saya pikir tak tepat jika sekarang ada wacana amandemen kelima. Sebab belum ada urgensinya untuk melakukan itu,” katanya menegaskan.
Terkait pertanyaan kedua, Ana menyatakan MK tak dapat melakukan banding maupun kasasi. Sebab, hakikatnya putusan MK besrifat final dan mengikat. Sehingga tak dimungkinkan upaya hukum lainnya. “Selain itu bentuk putusan MK ditujukan buat seluruh masyarakat. Beda dengan putusan MA yang ditujukan bagi individu semata,” jelasnya. (ars/lul)