Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pemeriksaan pendahuluan uji materi Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN), Selasa (17/5). Para Pemohon perkara teregistrasi Nomor 39/PUU-XIV/2016 tersebut mempersoalkan Penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN.
Para Pemohon adalah Doli Hutari, ibu rumah tangga dan konsumen komoditas pangan serta Sutejo, pedagang komoditas pangan di Pasar Bambu Kuning. Keduanya merasa dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN lantaran mendapat perlakuan berbeda ketika akan mengakses komoditas pangan, antara lain berupa komoditi pangan non beras, kacang-kacangan lantaran komoditas tersebut dikenai PPN.
Diwakili Shilviana sebagai kuasa hukum, Pemohon menyatakan pengenaan PPN terhadap produk-produk tersebut berimbas pada maraknya komoditas impor hasil selundupan yang tidak membayar PPN dan bea masuk. “Ini mengakibatkan disparitas harga sangat jauh, sehingga produk tersebut menjadi kalah bersaing dengan komiditas pangan ilegal,” jelasnya hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.
Di sisi lain, Pemohon menilai penjelasan dalam pasal tersebut hanya menyertakan 11 jenis kategori pangan yang tidak dikenakan PPN, sedangkan komoditas lainnya dikenakan PPN. Ini menyebabkan komoditas pangan di luar 11 jenis tersebut menjadi lebih mahal. “Efek lainnya juga membuat kebutuhan pangan, gizi masyarakat, serta identitas kuliner bangsa terancam tidak dapat dipenuhi,” ujarnya menegaskan.
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Aswanto pun memberikan masukannya. Menurutnya, permohonan terlalu bertele-tele dan tidak to do point. “Uraiannya sangat panjang sekali ini yakni kira kira 72 halaman. Ketika kami membaca jadi ‘lari’ kemana mana,” katanya.
Dirinya menyarankan agar permohonan dibuat lebih ringkas. Selain itu lebih dielaborasi kembali mana yang menjadi titik tekannya agar para hakim dapat menangkap mana yang menjadi fokus permohonan.
Lainnya, Aswanto juga menyinggung tentang kerugian konstitusional kedua Pemohon yang digabung menjadi satu. Menurut Aswanto, Seharusnya diuraikan masing masing dan dibuat terpisah agar detailnya menjadi jelas dan maksudnya bisa ditangkap para hakim. (ars/lul)