Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan akhir perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Kepulauan Sula yang diajukan oleh Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 3 Safi Pauwah dan Faruk Bahanan, Kamis (12/5) di ruang sidang pleno MK. Putusan teregistrasi Nomor 100/PHP.BUP-XIV/2016 tersebut mengukuhkan Paslon Hendrata Thes dan Zulfahri Abdullah memimpin Kabupaten Kepulauan Sula.
Sebelumnya, Mahkamah menjatuhkan putusan sela dalam perkara tersebut dengan memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) pada 11 TPS di empat kecamatan Kepulauan Sula. Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah mengungkapkan dalil Pemohon mengenai mobilisasi 13 pemilih dan dicatatkan ke dalam kolom DPTb-2 dengan menggunakan surat keterangan domisili di TPS 72 di sejumlah TPS oleh KPU Kepulauan Sula terbukti. KPU pun melaporkan hasil PSU tersebut kepada Mahkamah tanggal 18 April 2016.
Pasca PSU di Kabupaten Kepulauan Sula, Mahkamah menetapkan hasil akhir perolehan suara untuk masing-masing paslon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Sula Tahun 2015, yakni Paslon No. Urut 1 Rusmin Latara dan M. Saleh Marasabessy meraih 11.166 suara. Paslon No. Urut 2 Hendrata Thes dan Zulfahri Abdullah (Pihak Terkait) memperoleh 18.508 suara. Paslon No. Urut 3 Safi Pauwah dan Faruk Bahanan (Pemohon) sebanyak 18.322 suara.
“Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan putusan ini. Menolak keberatan dari Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Arief Hidayat didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan Panwaslu Kepulauan Sula mengabaikan laporan dugaan pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan PSU Kabupaten Kepulauan Sula pada 28 Maret 2016. Terhadap dalil tersebut, Mahkamah mempertimbangkan berdasarkan laporan Panwas terdapat 8 pelanggaran yang sudah ditindaklanjuti oleh Panwas, hasilnya menyatakan melanjutkan dugaan pelanggaran ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan dugaan pelanggaran tidak cukup bukti.
Berdasarkan laporan pasca PSU, MK menganggap peran Panwas dalam melakukan pengawasan PSU di 11 TPS telah maksimal, antara lain melakukan pengawasan secara ketat terhadap setiap tahapan PSU, membentuk perangkat PPL dan Pengawas TPS. Memastikan DPT dan DPTb-1 yang digunakan adalah hasil pencermatan terakhir terhadap pemilih pindah penduduk, meninggal dunia, telah menjadi anggota TNI/Polri, pemilih ganda, serta pemilih di bawah umur. Panwas juga memastikan distribusi seluruh logistik PSU dapat terpenuhi dan sesuai jadwal tahapan, memastikan tidak terjadi tahapan kampanye atau sosialisasi pasangan calon dalam bentuk apapun, memastikan aparat desa dan pegawai negeri sipil (PNS) tidak terlibat dalam memberikan dukungan secara terbuka atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, serta melaporkan secara periodik seluruh aktivitas pengawasan dan melakukan koordinasi dengan Panwas Kabupaten Kepulauan Sula apabila mendapat temuan dan laporan dugaan pelanggaran.
Oleh karena itu, Mahkamah menilai sangat jelas Panwas menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran yang telah dilaporkan. Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil Pemohon mengenai adanya pengabaian laporan dugaan oleh Panwas tidak beralasan menurut hukum. Mahkamah tidak memandang relevan lagi untuk menggelar persidangan guna mendengar keterangan saksi-saksi sebagaimana yang dimohonkan oleh Pemohon dalam persidangan 18 April 2016.
Selanjutnya, terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sebelum maupun pada saat PSU dilaksanakan, tanpa mengecilkan arti adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut dalam proses demokrasi, Mahkamah menilai bahwa dari perspektif kewenangan Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, terhadap pelanggaran tersebut tidak ada bukti lebih lanjut yang meyakinkan Mahkamah bahwa pelanggaran tersebut dilakukan secara signifikan sehingga pada akhirnya memengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon.
“Namun demikian, jikalau pelanggaran tersebut memang benar adanya, quod non, pelanggaran tersebut tetap dapat ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang,” kata Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna yang membacakan pendapat Mahkamah. (Nano Tresna Arfana/lul)