Sekitar 50 orang mahasiswa Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta dengan didampingi para dosen hari Kamis (28/6) melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedatangan mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi UBM tersebut diterima oleh Hakim MK Prof. A. Mukthie Fadjar, SH., MS. didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol MK Agus Prawoto.
Emilia Bassar, dosen pendamping sekaligus ketua rombongan mengatakan, meskipun memiliki latar belakang keilmuan Ilmu Komunikasi, namun kesadaran serta rasa keingintahuan terhadap konstitusi dan mahkamah konstitusi telah mendorong mereka untuk mengunjungi MK.
Sementara Hakim Mukthie Fadjar mengapresiasi kunjungan para mahasiswa Ilmu Komunikasi tersebut dan mengatakan meskipun Komunikasi tidak terkait langsung dengan MK, namun keberadaan MK juga bermanfaat bagi para praktisi Komunikasi. Misalnya pernah ada yang mengajukan uji materiil Undang-Undang Penyiaran, ia mencontohkan.
Pada kesempatan tersebut, Hakim Mukthie Fadjar juga menjelaskan mengenai latar belakang keberadaan serta kewenangan yang dimiliki MK. Reformasi, menurut Mukthie, secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab kelahiran MK. Reformasi telah mendorong dilakukannya perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 yang selama ini dianggap sakral. Amandemen tersebut telah melahirkan pemisahan antara kekuasaan eksekutif yang sebelumnya sangat dominan, dan kekuasaan legislatif serta yudikatif. Nah, untuk menjalankan mekanisme checks and balances terhadap kekuasaan tersebut, dibentuklah MK sebagai penyeimbang, jelasnya.
Lebih lanjut Hakim Mukthie Fadjar memaparkan, meskipun berada pada kekuasaan yudikatif, berbeda dengan Mahkamah Agung (MA) yang ranahnya adalah peradilan umum, MK memiliki fungsi untuk mengawal konstitusi (the guardian of the constitution) yang salah satu kewenangannya adalah menguji suatu undang-undang apabila dianggap bertentangan dengan UUD 1945 yang dapat diajukan oleh setiap warga negara. Agar UUD 1945 tidak lagi hanya menjadi bahan tertulis (teks) yang indah semata, namun dapat dilaksanakan dalam kehidupan setiap warga negara, tandasnya.
Namun juga, lanjut Mukthie, sebagai suatu peradilan (mahkamah), MK tidak dapat secara aktif melakukan review terhadap undang-undang tanpa ada pihak yang mengajukannya, meskipun undang-undang tersebut dianggap merugikan warga negara. Maka hal inilah yang menyebabkan pentingnya setiap warga negara menyadari hak-hak konstitusionalnya yang saat ini telah dijamin oleh UUD 1945. (Ardli)