Di awal minggu keempat April 2016, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mendapat kunjungan dari para mahasiswa. Sekira 40 orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu datang untuk menimba ilmu ke MK. Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Dewi Nurul Savitri selaku Panitera Pengganti MK yang sekaligus menyampaikan paparan materi seputar kewenangan dan mekanisme beracara di MK.
Bertempat di Aula Lantai Dasar Gedung MK, Dewi menjelaskan setelah perubahan UUD 1945 yang ketiga, MK hadir dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Bersama-sama dengan Mahkamah Agung (MA), MK merupakan pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Meski demikian, MA dan MK memiliki kewenangan yang berbeda. Dewi menjelaskan kewenangan yang dimiliki oleh MK diatur langsung oleh Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kewenangan dimaksud, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
Selain kewenangan, MK juga memiliki satu kewajiban yang diamanatkan oleh Pasal 24C ayat (2) UUD 1945. MK diwajibkan untuk memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum berat seperti korupsi dan penyuapan.
Terkait kewajiban MK dalam perkara impeachment atau pemakzulan tersebut, Dewi menjelaskan setelah MK hadir di tengah-tengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, proses pemakzulan seorang kepala negara maupun wakilnya harus melalui mekanisme hukum.
“Pada kasus ini, MK hanya berkewajiban memberi putusan setelah terlebih dulu DPR selaku wakil rakyat menyatakan presiden atau wakilnya melakukan pelanggaran berat. Tuduhan DPR itulah yang harus dibuktikan ke MK yang nantinya akan memberikan keputusan apakah tudingan tersebut benar atau salah,” urai Dewi di hadapan para mahasiswa berjaket almamater hijau itu.
Mekanisme
Selain soal kewenangan MK, Dewi juga menjelaskan mengenai mekanisme pengajuan permohonan di MK. Terkait pengajuan permohonan, Dewi menjelaskan sebagai peradilan yang modern, MK juga menyediakan jalur pengajuan permohonan secara daring (online). Dengan adanya opsi tersebut, para pencari keadilan yang sulit mengakses MK di Jakarta dapat terlebih dulu mengajukan permohonan secara daring. Meski demikian, para Pemohon tetap harus mengajukan permohonan asli tercetak (hardcopy) ke Kepaniteraan MK.
“Adanya pilihan untuk mengajukan permohonan secara online merupakan salah satu upaya Mahkamah Konstitusi untuk mewujudkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance),” ungkap Dewi.
Usai permohonan diserahkan ke MK lewat kepaniteraan, Mahkamah akan memeriksa kelengkapan administrasi permohonan. Jika permohonan belum lengkap, Mahkamah akan menyampaikan pemberitahuan kepada Pemohon untuk melengkapinya. “Untuk perkara Pengujian Undang-Undang, Mahkamah memberikan waktu 7 hari bagi Pemohon untuk melengkapi berkas administrasi. Sementara untuk perkara lainnya memiliki aturan yang berbeda meski skema pengajuan permohonannya sama,” terang Dewi lagi.
Lebih lanjut, Dewi menyampaikan bahwa permohonan yang sudah memenuhi syarat administrasi akan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Selanjutnya, Mahkamah akan mengeluarkan jadwal sidang setelah dirapatkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Lewat juru panggil, Mahkamah akan memberitahukan Pemohon untuk menghadiri sidang perdana.
Lebih Dekat
Rusnita Hainun selaku Dekan FH Universitas Muhammadiyah Bengkulu yang ditemui usai bertindak selaku moderator dalam acara tersebut menyampaikan tujuan kunjungan tersebut. Rusnita mengatakan para mahasiswa semester 4 yang hadir pada kunjungan itu ingin melihat MK lebih dekat.
Selama ini, para mahasiswa hanya mengetahui MK lewat buku teks, paparan para dosen, dan pemberitaan di media massa. Dengan berkunjung ke MK, para mahasiswa berharap dapat mendapat ilmu lebih lengkap dan aktual.
“Anak-anak ini memang tertarik sekali dengan MK, terutama persoalan-persoalan Pilkada. Mereka sering bertanya kepada para pengajar. Jadi dengan kunjungan kali ini kami ingin memberikan pengalaman nyata, tidak hanya teori di buku saja,” terang Rusnita.
Usai menyimak paparan, para mahasiswa FH Universitas Muhammadiyah Bengkulu berkunjung ke Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) MK. Kunjungan ke Puskon MK merupakan pengalaman baru bagi para mahasiswa sehingga mereka sangat antusias. Dengan adanya Puskon MK, diharapkan para mahasiswa dapat lebih mudah memahami sejarah MK dengan penyampaian yang mudah dipahami.
Untuk diketahui, FH Universitas Muhammadiyah Bengkulu merupakan “langganan” berkunjung ke MK. Secara periodik, para mahasiswa bergantian mengunjungi MK. Guna menyosialisasikan tugas, kedudukan, kewenangan, dan kewajibannnya, MK memang senantiasa membuka kesempatan seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin berkunjung dan mengenal MK lebih dekat. (Yusti Nurul Agustin/lul)