Pakar Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Prihadi Soemintadiredja mengungkapkan, Provinsi Jawa Timur mempunyai potensi yang cukup baik untuk sumber panas bumi lantaran berada di jalur gunung api kuarter sebagai sumber panas. Hal tersebut dituturkan Prihadi sebagai ahli pemohon perkara Nomor 11/PUU-XIV/2016 dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (UU Panas Bumi) dan UU No. 23 Tahun 2014 tetang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
“Bahwa satu sistem panas bumi itu harus ada sumber panasnya, harus ada reservoir-nya, harus ada batuan penutupnya, dan harus ada juga daerah resapan, termasuk sistem geotermal yang berada di jalur vulkanik. Namun sistem itu belum terinventarisasi dengan baik, tetapi dengan kemajuan teknologi sangat dimungkinkan akan ditemukan prospek baru lagi di Provinsi Jawa Timur selain yang ada sekarang,” papar Prihadi.
Secara keseluruhan, imbuhnya, di Provinsi Jatim terdapat lahan yang digunakan untuk energi panas bumi. Lahan tersebut dapat diperbaharui sehingga dapat digunakan secara berkelanjutan. “Terutama di daerah yang dijaga juga resapannya dan juga sebetulnya menghasilkan base load power yang dapat diandalkan karena panas bumi megawatt-nya cukup besar,” tambah Prihadi.
Beberapa daerah di Jawa Timur yang potensial sebagai sumber panas, antara lain Kawah Ijen, Argopuro, Gunung Pandan, Gunung Kawi, Telaga Ngebel, serta Pacitan. Menurut Prihadi, panas bumi mempunyai karakteristik yang berbeda dan unik. “Panas bumi itu semakin jauh dari tempatnya tidak akan panasnya akan hilang. Jadi diusahakan harus dilakukan di tempat yang panas bumi itu berada, sehingga keberadaan panas bumi di situ harus dilakukan di situ pula. Itulah salah satu keunikan dari panas bumi,” urainya.
Di Jatim, ungkap Prihadi, perizinan pengelolaan sumber panas bumi sudah lama dikeluarkan di beberapa tempat. Misalnya, Argopuro yang izinnya sudah dikeluarkan sejak 1990, tetapi pengelolaannya belum berjalan karena ada masalah dengan hutan taman nasional. Kemudian, di Kawah Ijen, izinnya diterbitkan tahun 2011, tapi aktivitasnya tidak ada yang signifikan.
Pemprov Sudah Kelola
Dalam persidangan, Pemohon juga menghadirkan dua orang saksi, yaitu Elly Yulia Zahra dan Cahirul Djaelani. Elly menuturkan dirinya pernah terlibat dalam penyelenggaraan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung yang diselenggarakan oleh Pemprov Jatim pada Agustus sampai Desember 2012. “Saya terlibat sebagai tenaga ahli geokimia panas bumi dari perusahaan pemenang tender dimana tender tersebut diselenggarakan oleh Pemprov Jawa Timur,” katanya.
Selain itu, ia pernah terlibat dalam survei terpadu daerah panas bumi di Gunung Pandan dan di Songgoriti Gunung Kawi, Jatim. Berdasarkan hasil survei tersebut, Elly menjelaskan kedua daerah prospektif panas bumi tersebut saat ini telah ditetapkan menjadi wilayah kerja panas bumi (WKP).
Adapun Cahirul menuturkan pengalamannya sebagai panitia pelelangan panas bumi di wilayah kerja pertambangan, lokasi daerah Kawah Ijen dan Telaga Ngebel. Tugasnya sesuai SK Gubernur Jatim yakni menjadi panita yang menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melakukan pelelangan badan usaha yang mampu dan bertanggung jawab mengelola potensi panas bumi di Ijen dan Ngebel tersebut.
“Tugas panitia untuk memformulasikan persyaratan yang dibutuhkan dalam proses pelelangan, sehingga terwujud dokumen pelelangan yang memadai dalam rangka mendapatkan badan usaha yang mampu mengekplorasi dan mengeksploitasi potensi panas bumi yang dapat menguntungkan negara,” jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo sebagai Pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UU Panas Bumi yang menyatakan kewenangan pemanfaatan tidak langsung panas bumi meliputi Kawasan Hutan Produksi, Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Konservasi, dan wilayah laut berada di pemerintah pusat. Selain itu, Pemohon juga merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Lampiran CC Angka 4 pada Sub Urusan Energi Baru Terbarukan yang memuat pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi, dan Daerah Kabupaten/Kota, yang di dalamnya menyatakan bahwa kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebatas menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas bumi.
Menurut Pemohon, kewenangan untuk pemanfaatan tidak langsung panas bumi berada di pemerintah daerah. Hal tersebut agar pengelolaan panas bumi lebih efisien dan sejalan dengan prinsip otonomi daerah. (Nano Tresna Arfana/lul)