Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) pada Kamis (21/4) siang dengan agenda mendengarkan keterangan Pihak Terkait, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menanggapi uji materi Pasal 57 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2015. Ferry menegaskan, KPU pada prinsipnya menjamin hak konstitusional setiap warga negara. Salah satu buktinya, dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu, setiap warga negara tanpa terkecuali termasuk penyandang disabilitas memiliki hak memilih apabila memenuhi syarat sebagai pemilih.
”Adanya perbedaan pengaturan pada Pileg dan Pilpres dengan Pilkada terkait penyandang disabilitas atau mengalami gangguan jiwa, justru akan membuat rumit dan membingungkan penyelenggara dalam tahapan pemutakhiran daftar pemilih,” papar Ferry sebagai Komisioner KPU.
Ferry melanjutkan, bentuk penjamin hak pilih bagi penyandang disabilitas dan gangguan jiwa adalah dengan dibangunnya tempat pemungutan suara (TPS) di rumah sakit para penderita semacam itu. Hal itu sudah terjadi saat pelaksaaan Pileg dan Pilpres 2014 lalu dengan pembuatan TPS-TPS di rumah sakit penderita disabilitas mental, antara lain di Bogor, Banyumas dan Bali.
Dengan demikian, ungkap Ferry, KPU tetap memberikan pengaturan dan jaminan perlindungan hak setiap warga, termasuk para pengidap disabilitas dan gangguan jiwa. Bahwa pengidap disabilitas dan gangguan jiwa tetap masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sebagaimana diketahui, Jenny Rosanna Damayanti bersama tiga Pemohon lainnya beranggapan, ketentuan Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8/2015 bersifat diskriminatif bagi warga negara yang mengidap disabilitas gangguan mental, dan menghilangkan dengan begitu dini hak memilih warga negara berpartisipasi dalam memilih calon kepala daerahnya. Selain itu menimbulkan ketidakpastian hukum dalam proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah, khususnya pada tahapan pemutakhiran dan pendaftaran pemilih.
Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menyebutkan, “Untuk dapat didaftar sebagai Pemilih, warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; dan/atau …”
Menurut Pemohon, disabilitas bukan penyakit yang muncul terus menerus dan setiap saat. Gejala disabilitas kadang muncul, kadang dapat juga hilang dan yang bersangkutan dapat menjadi normal kembali. Tidak adanya waktu, kondisi, dan orang yang dapat memastikan kapan gejalanya kambuh dan kapan hilang, maka menjadi tidak relevan syarat yang tercantum dalam ketentuan Pasal 57 ayat (3) huruf a UU No. 8/2015.
Alasan Pemohon, karena bisa saja ketika jangka waktu penetapan daftar pemilih telah selesai, gejala disabilitas tersebut sudah hilang dan yang bersangkutan sehat kembali. Sementara akibat dari ketentuan a quo, sebagai warga negara dia telah kehilangan hak untuk didaftar menjadi pemilih. (Nano Tresna Arfana)