Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materi Undang Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Pasal 2 ayat (4), Rabu (20/4) dengan agenda mendengar keterangan ahli dan saksi dari Pemohon.
Ahli yang dihadirkan Pemohon Timboel Siregar menjelaskan Putusan MK No 7/PUU-XII/2014 terkait pengujian Undang Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) menyatakan nota pemeriksaan ketenagakerjaan bisa ditindaklanjuti dan bukan menjadi sebuah hak prerogatif pengawas yang tidak bisa diinformasikan.
Melalui putusan tersebut, Timboel menilai MK telah melakukan terobosan hukum bagi buruh dan serikat pekerja yang membuat mereka mendapatkan kepastian hukum yang lebih cepat dan mengikat. Sebab kalau dibandingkan dengan proses pengadilan hubungan industrial, yang proses bipartite, mediasi, PHI, lebih berbelit-belit.
“Jadi tak bisa nota pemeriksaan dirahasiakan ke pekerja. Ini terkait juga dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ujarnya saat pemberian keterangan di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Keberadaan Surat Edaran Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) yang menyatakan Nota pemeriksaan bersifat rahasia menurut Timboel, justru mengakibatkan situasi yang kontraproduktif. Surat Edaran tersebut, jelasnya, telah mendegradasi Putusan MK karena telah bertentangan dengan undang-undang.
Sementara itu Indra Musaswar, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Federasi Serikat Pekerja Tekstil Indra Musaswar yang dihadirkan Pemohon menjelaskan, Surat Nota Pemeriksaan itu tidak bersifat rahasia. Menurut Indra, yang dimaksud rahasia dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang berlakunya UU Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 adalah segala keterangan tentang rahasia-rahasia di dalam suatu perusahaan yang berhubungan dengan jabatan.
“Jadi hanya keterangan-keterangan. Padahal di dalam nota pemeriksaan itu tidak menunjukkan keterangan-keterangan,” kata dia menegaskan.
Di akhir persidangan, Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman memerintahkan pada perwakilan pemerintah untuk menjawab keterangan dari ahli dan saksi pemohon secara tertulis. Jawaban tersebut juga termasuk dengan pertanyaan pada sidang sebelumnya yang belum dijawab.
“Kami akan memberikan jawaban secara tertulis dan kami juga sudah menyiapkan saksi dan ahli terkait dengan masalah yang tadi ditanyakan,” jelas Yunan Hilmy Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham yang mewakili Pemerintah.
Sebelumnya, empat orang pekerja memohonkan uji materi Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pemohon beralasan, Nota Pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan yang dinyatakan bersifat rahasia oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) telah merugikan pekerja. Pasalnya, ketentuan tersebut membuat nota pemeriksaan hanya dapat diakses oleh pihak pengusaha
Para Pemohon menyatakan tidak dapat menjalankan Putusan MK No. 7/PUU-XII/2014 yang menyatakan inkonstitusional bersyarat frasa “demi hukum” dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan sepanjang tidak dimaknai “Pekerja/buruh dapat meminta pengesahan nota pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan kepada Pengadilan Negeri setempat dengan syarat...”.
Nota pemeriksaan tersebut dinyatakan bersifat rahasia oleh Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (Dirjen PPK) Kemenakertrans melalui Surat Edaran Nomor B20/PPK/I/2014 tanggal 23 Januari 2014. Sifat rahasia tersebut membuat Pemohon tidak dapat meminta pengesahan ke Pengadilan Negeri karena pegawai pengawas ketenagakerjaan hanya dapat memberikan salinan nota pengawasan tersebut kepada pihak pengusaha. (Arief RS)