Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi (MK), Syukri Asy’ari menerima kunjungan 23 orang guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) se-Kabupaten Cilacap, Rabu (20/4) di Aula Lantai Dasar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam pertemuan tersebut, Syukri menyampaikan materi seputar kewenangan dan hukum acara di MK.
Mengawali paparannya, Syukri menyampaikan MK sudah berusia 13 tahun, tepatnya MK lahir pada 13 Agustus 2003. MK lahir dari gerakan reformasi di tahun 1998. Sebagai tindaklanjut gerakan tersebut, munculah amandemen atau perubahan terhadap UUD 1945. Salah satu perubahan yang dilakukan yaitu dalam hierarki kekuasaan kehakiman.
Sebelum amandemen, Mahkamah Agung (MA) merupakan satu-satunya pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia. Namun, setelah amandemen, MA bersama-sama dengan dengan MK menjadi pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Meski demikian, kewenangan yang dimiliki kedua lembaga dimaksud berbeda. MK memiliki kewenangan dan kewajiban yang langsung diatur dalam UUD 1945. Kewenangan yang dimiliki MK, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (PUU), memutus sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN), memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU). Sedangkan satu kewajiban yang harus dilaksanakan MK yakni memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum berat seperti korupsi dan penyuapan.
“Dalam Pasal 24C UUD 1945 diatur mengenai kewenangan MK tersebut secara tegas dan limitatif,” ujar Syukri.
Bukan hanya di Indonesia, lembaga sejenis MK juga ada di negara lain. MK Republik Indonesia (MKRI) sendiri merupakan negara ke-78 yang tercatat memiliki MK. MK di tiap-tiap negara, jelas Syukri, memiliki kewenangan yang berbeda. Meski demikian, seluruh lembaga MK di dunia memiliki kewenangan serupa, yaitu kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
“Di MK Indonesia memiliki kewenangan memutus sengkete pemilihan umum, namun belum tentu MK Jerman misalnya memiliki kewenangan tersebut. Tapi yang pasti seluruh MK di dunia memiliki kewenangan pengujian konstitusionalitas undang-undang terhadap undang-undang dasar karena kewenangan itu merupakan fitrahnya lembaga MK,” terang Syukri.
Ditemui sesusai mendengarkan paparan Syukri, Sri Eko Mulyaningsih selaku Ketua MGMP PPKN SMK se-Kabupaten Cilacap menjelaskan tujuan kunjungan kali ini. Menurut Mulyaningsih, para guru kerap kali tidak mengetahui materi seputar MK secara mendalam. Para guru hanya mengandalkan teks di dalam buku materi. Dengan kondisi seperti itu, para guru sering tergagap saat harus menjawab pertanyaan para siswa.
“Kehadiran kami kali ini untuk menyelesaikan persoalan miskonsepsi seputar materi MK. Meski para guru sudah mengetahui materi seputr MK, namun sering kali kami tidak bisa menjawab pertanyaan para siswa yang kian hari kian kritis. Mereka sering bertanya mengenai perkara real yang ditangani MK dan sedang marak dibicarakan. Dengan kunjungan kami kali ini diharapkan para guru dapat mengetahui lebih banyak dan mendalam,” terang Mulyaningsih.
Sebagai ketua MGMP yang turut serta dalam proses penyusunan soal ujian akhir sekolah, Mulyaningsing juga mengungkapkan bahwa kunjungan ini juga dapat memperkaya pertanyaan di dalam soal-soal ujian.
Di akhir kunjungan, para guru berseragam batik biru tersebut mengunjungi Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) MK yang terletak di Lantai 5 dan 6 Gedung MK. Saat mengunjungi Puskon, Mulyaningsih dan rekan-rekannya tampak terkesima dengan aneka media penyajian materi di dalam Puskon. “Luar biasa, saya baru tahu. Saya pikir hanya berisi soal MK saja, ternyata di Puskon ini ada materi dari prakemerdekaan sampai saat ini,” ungkap Mulyaningsih kagum. (Yusti Nurul Agustin)