Sebanyak 44 guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) Tingkat SMP/MTs se-Kabupaten Majalengka mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (20/4) siang.
“Tujuan kami datang ke MK adalah ingin lebih tahu, lebih dekat dan lebih mendalam bagaimana kinerja MK sebenarnya. Mendapatkan informasi secara langsung dari sumbernya adalah lebih baik ketimbang melalui buku. Apa yang kami dapat dari MK diharapkan dapat bermanfat sebagai bahan mengajar kami,” ungkap Slamet Mulyana sebagai Ketua MGMP PPKn Tingkat SMP/MTs se-Kabupaten Majalengka.
Rombongan para guru tersebut diterima oleh Peneliti MK, Oly Viana Agustine di aula Gedung MK. Oly menjelaskan materi berjudul “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaran Indonesia”. Ia mengatakan, diadopsinya MK di Indonesia adalah pada amandemen ketiga UUD 1945. Namun MK di Indonesia baru terbentuk secara resmi pada 13 Agustus 2003.
“Jadi ada masa transisi. Mulai dari amandemen ketiga UUD 1945 pada 2001 hingga terbentuknya MK pada 2003,” kata Oly.
Oly membandingkan terbentuknya MK di Indonesia dengan MK di Austria yang terbentuk pada 1920. Berdirinya MK di Austria berdasarkan usulan pakar hukum Hans Kelsen yang mengatakan Austria butuh lembaga yang berwenang menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.
“Usul Hans Kelsen kemudian diakomodir ke dalam Konstitusi Federal Austria. Hingga akhirnya dibentuk MK Austria pada tahun 1920 sebagai MK pertama di dunia,” ujar Oly kepada para guru.
Selanjutnya Oly menguraikan sejarah terbentuknya MK di Indonesia. Bermula dari usul Moh. Yamin dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) agar Balai Agung diberi wewenang membanding atau menguji Undang-Undang. Namun Soepomo tidak setuju karena Undang-Undang Dasar di Indonesia tidak menganut sistem trias politica. Bertahun-tahun kemudian, terjadi Reformasi 1998. Salah satu tuntutan reformasi adalah melakukan amandemen UUD 1945. Sebab UUD 1945 dinilai memiliki banyak kelemahan.
Saat amandemen UUD 1945 itulah ide perlu dibentuknya MK di Indonesia terlontar. Hingga kemudian pada 13 Agustus 2003 dibentuklah MK Republik Indonesia dengan lima kewenangan dan satu kewajiban. Mulai dari kewenangan menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD, memutus sengketa Pemilu dan memutus pembubaran partai politik. Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR bila Presiden/Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum.
Usai penyampaian materi oleh Oly Viana Agustine, berlanjut dengan sesi tanya jawab. Beberapa pertanyaan disampailkan, misalnya ada guru yang menanyakan tentang perlunya aturan tenggang waktu untuk berperkara di MK. Dijelaskan Oly, mengenai aturan tenggang waktu adalah kebijakan terbuka dari Pembentuk Undang-Undang untuk menentukan berapa lama suatu perkara harus diselesaikan oleh MK.
Selain itu ada guru yang bertanya soal kewenangan MK untuk pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. “Jadi, Mahkamah Konstitusi hanya menguji Undang-Undang. Kalau untuk menguji peraturan di bawah Undang-Undang, misalnya Perda, maka itu bukan wewenang Mahkamah Konstitusi tapi wewenang Mahkamah Agung,” jelas Oly. (Nano Tresna Arfana)