Sidang Pleno pengujian Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dilaksanakan MK pada Selasa, 26 Juni 2007 di ruang sidang MK. Sidang kali ini diselenggarakan dengan agenda mendengarkan Keterangan Pemerintah.
Pihak pemerintah yang hadir dalam sidang antara lain pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang diwakili oleh Deputi Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN Dr. Ir. Yuswanda Tumenggung, Direktur Perkara BPN RB Agus Wijayanto, S.H., M.H., Kepala Pusat Hukum BPN Dr. Guna negara, dan Direktur Land Reform Gunawan sasmita, MPA. Selain itu, hadir pula pejabat dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham) yakni Direktur Litigasi Dephukham Sofyan dan Kabag Litigasi Dephukham Mualimin Abdi. Sementara Pemohon hadir sendirian tanpa kuasa pemohon.
Sidang pengujian UU No. 56 PRP Tahun 1960 ini dimohonkan oleh Yusri Ardisoma. Pemohon di sini bertindak sebagai ahli waris yang mempunyai kelebihan tanah sejak Tahun 1979. Pemohon menjelaskan bahwa berlakunya UU Nomor 56 PRP Tahun 1960 khususnya Pasal 10 ayat (3) dan (4) beserta penjelasannya tidak memberikan kepastian hukum karena hanya orang yang terkait tindak pidana yang dapat dikenai oleh aturan ini. Sedangkan bagi orang yang tidak terkait tindak pidana dibiarkan. Padahal, tidak menutup kemungkinan sebagian dari mereka memiliki tanah melebihi batas maksimum. Di sinilah letak diskriminasi yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28H UUD 1945 yang menyatakan “setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.
Dalam menanggapi apa yang dijelaskan oleh Pemohon, Deputi Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN Dr. Ir. Yuswanda Tumenggung membacakan keterangan tertulis Kepala BPN yang menyatakan bahwa bila dikaitkan dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 maka pengelolaan pertanahan didasarkan pada empat prinsip dasar yaitu pertanahan berkontribusi pada kesejahteraan rakyat, keadilan, keberlanjutan, kebangsaan dan kenegaraan, dan pertanahan harus berkontribusi pada tatanan kehidupan bersama dan harmonis.
Adapun penetapan batas maksimal yang ditetapkan dalam UU Nomor 56 PRP Tahun 1960 karena adanya ketidakadilan sosial yang terjadi pada tahun 60-an. Undang-Undang 56 PRP Tahun 1960 ini melaksanakan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang PA memberikan pengaturan yang berimbang antara hak publik dan hak privat.
Pemberian ganti kerugian diberikan kepada mereka yang mentaati ketentuan tersebut, yaitu dengan melapor kepada BPN dalam waktu 3 bulan. Dengan demikian tidak ada ketentuan dalam UU No. 56 PRP Tahun 1960 yang bersifat perampasan atas hak-hak privat milik warga negara sehingga tidak ada materi UU No. 56 PRP Tahun 1960 yang bertentangan secara konstitusional dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Di akhir sidang, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. memberikan nasihat kepada Pemohon jika ingin mengajukan saksi atau ahli dalam sidang berikutnya. Sedangkan dari pemerintah dalam hal ini Dephukham akan memberikan pernyataan secara tertulis mengenai perkara ini. Sidang UU penetapan Luas Tanah Pertanian berakhir pukul 11.30 WIB. (Vipin)