Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat kunjungan dari 15 mahasiswa hukum Universitas Malaya Malaysia beserta 6 Mahasiswa hukum Universitas Tarumanagara di Aula Lantai Dasar MK, Kamis (14/4). Kunjungan student exchange dua universitas tersebut diterima oleh Peneliti MK Bisariyadi.
Dalam kesempatan tersebut, Bisar menceritakan fungsi dan kiprah MK dalam ketatanegaraan di Indonesia. Pada hakikatnya, MK adalah lembaga yudikatif yang terdiri dari sembilan hakim. Sembilan hakim tersebut merupakan representasi pilihan Mahkamah Agung (MA), presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Perinciannya masing masing berjumlah tiga orang dari pilihan tiap lembaga,” ujar dia.
Terkait tugas dan fungsi, Ia menyatakan terdapat empat wewenang dan satu kewajiban MK berdasarkan amanat UUD 1945. Kewenangan MK yakni menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Bisar menyatakan terbentuknya MK merupakan penerusan dari cita-cita reformasi, yakni melindungi hak konstitusional tiap warga negara. Dengan kata lain, jika ada undang-undang yang merugikan warga negara, maka bisa saja dibatalkan MK.
Sesi Tanya Jawab
Usai menyampaikan paparannya, Bisar memberi kesempatan bagi para mahasiswa yang ingin bertanya. Hal tersebut langsung direspons antusias oleh mereka.
Mahasiswa Universitas Malaya, Benedict, bertanya proses MK dalam mengambil putusan. Apakah mengacu pada konstitusi semata atau terdapat pertimbangan lain di luar itu.
Menjawab hal tersebut, Bisar menjawab sebelum mengambil putusan, MK mengundang dua pihak dalam persidangan terbuka, yakni pemohon dan termohon dalam sengketa pemilu, atau pemerintah dan DPR dalam pengujian undang-undang. Kedua pihak juga dapat menghadirkan saksi maupun ahli untuk memperkuat dalil permohonannya. “Adapun untuk pengambian putusan dilakukan melalu rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang sifatnya tertutup,” jelasnya.
Pertanyaan kedua berasal dari mahasiswa hukum Universitas Tarumanagara, Jennifer. Ia bertanya mengapa sejauh ini MK belum pernah melakukan pembubaran partai politik.
Bisar menyebut hal itu sifatnya problematis. Sebab meski diberi kewenangan untuk melakukan pembubaran partai politik, belum pernah ada pemohon yang mengajukan. “Inilah yang menyebabkan MK belum pernah melakukan pembubaran parpol. Sebab sifat MK adalah pasif dalam hal ini,” jelasnya.
Ditambah lagi, lanjutnya, masyarakat Indonesia saat ini masuk dalam fase demokrasi. Karena parpol adalah salah satu elemen penting dari demokrasi. (Arif S/lul)