Mantan Komisioner KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah hadir dalam sidang uji materi Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Rabu (13/4). Dalam sidang perkara Nomor 130/PUU- XIII/2015 tersebut, kedua mantan komisioner KPK tersebut menyatakan proses penyidikan dan penuntutan dalam perkara pidana masih jauh dari ideal.
Menyampaikan keterangan sebagai saksi yang dihadirkan Pemohon, Bibit menyinggung tentang responsifitas penyidik dan penuntut umum dalam menangani suatu kasus. Idealnya, menurut Bibit, pemberitahuan penyidikan dari penyidik harus disampaikan secepatnya setelah dimulai penyidikan. Kemudian Kejaksaan pun harusnya secara aktif menyambut pemberitahuan penyidikan dengan menyiapkan penuntut umum untuk mengikuti penyidikan tersebut.
“Namun fakta di lapangannya terkadang jauh dari ideal karena memang tidak ada kejelasan norma dalam KUHAP terkait hal tersebut. Koordinasi antara penyidik dan penuntut umum lebih bergantung pada individu para penegak hukum. Apabila penyidik tidak proaktif begitu juga penuntut umum, maka proses koordinasi akan sangat terhambat,” ujarnya di persidangan yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Dia menyatakan bahwa pemberitahuan penyidikan dan peran aktif penuntut umum dalam penyidikan memegang peranan penting dalam proses penegakan hukum. Tanpa adanya kedua hal tersebut, praktik korupsi dan kolusi akan terbuka luas dalam proses peradilan.
Adapun Chandra M Hamzah membandingkan proses penyelidikan, penyidikan dan penunututan di KPK dengan di Kepolisian dan Kejaksaan. Menurut Chandra, proses penyidikan di KPK lebih memberikan kepastian hukum.
“Rujukannya pada Undang Undang No 30 Tahun 2002 Tentang KPK Pasal 44 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4). Jika penyelidik tidak menemukan bukti permulaan yang cukup, maka harus dilaporkan ke pimpinan dan menghentikan penyelidikan tersebut,” jelasnya.
Apabila ada bukti permulaan yang cukup, ujar dia, penyelidikan berlanjut pada penyidikan. Dalam SOP yang dibuat untuk internal KPK, setelah menerima SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan), direktur penuntutan menerbitkan surat perintah penunjukan jaksa penuntut umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara yang sedang dilakukan oleh penyidik.
“Di sini jaksa penuntut umum yang ditunjuk melakukan koordinasi dengan penyidik membantu penyidikan, mempelajari hasil penyidikan selama penyidikan berlangsung. Jika hasil penyelidikan telah lengkap jaksa penuntut umum menerbitkan surat pemberitahuan hasil penyelidikan telah lengkap kepada penyidik dengan tembusan dari direktur penyidikan, dan penuntutan,” jelas Chandra.
Keadilan Substantif
Sementara itu, Ahli Pemohon Maruarar Siahaan memandang ini dari sisi keadilan substantif. Menurut mantan hakim konstitusi tersebut, dilihat dari angka laporan tahunan dari Kejaksaan, terdapat disparitas antara perkara yang diserahkan dan perkara yang dikeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan realisasi perkara yang akhirnya dilanjutkan. “Kita bisa melihat berapa ratus ribu yang tidak memiliki satu kepastian. Nah, sebanyak itulah orang yang tidak diketahui bagaimana nasibnya di dalam penyelesaian suatu sengketa atau suatu perkara pidana,” ujarnya.
Dengan demikian, imbuh Maruarar, tugas negara untuk melindungi hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum menjadi berat. “Saya kira inilah yang menyebabkan bahwa ada problem konstitusional yang harus kita selesaikan tetapi mungkin paling tepatnya sebenarnya adalah suatu revisi di dalam legislasi KUHAP ini sesuai dengan perkembangan zaman,” imbuhnya.
Sebelumnya, para Pemohon yakni Victor Santoso Tandiasa dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Choky Risda Ramadhan, Carlos Boromeus Beatrix Tuah Tennes, Usman Hamid, dan Andro Supriyanto yang tergabung dalam Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) mempersoalkan Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP yang dinilai tidak memberikan kepastian hukum bagi Individu. Menurut Pemohon, dalam pasal tersebut tidak diatur lama waktu berkas penuntutan diserahkan dari penyidikan ke penuntutan. (Arif Satriantoro/lul)