Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Nallom Kurniawan menerima kunjungan para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin pada Rabu (13/4) siang. Nallom memfokuskan pada berbagai persoalan terkait sistem pemilihan umum (pemilu) dan demokrasi.
Menurut Nallom, pemilu merupakan persoalan yang sangat sensitif dan rumit. Bahkan, imbuhnya, pemilu bisa menimbulkan kekacauan. Sebab, dengan sistem one man, one vote, one value, bangsa Indonesia memilih Presiden, Wakil Presiden, Anggota DPR, dan Anggota DPRD.
Kendati demikian, Nallom menegaskan, Indonesia mampu menerapkan sistem one man, one vote, one value tersebut. Bahkan, dalam pemilihan presiden, Indonesia menggunakan direct vote system. Tak heran Indonesia dijuluki negara paling demokrasi di dunia.
“Banyak yang heran Indonesia bisa melaksanakan pemilu tanpa gejolak yang berarti. Berapa agama yang ada di Indonesia, berapa etnis di Indonesia, suku bangsa di Indonesia? Jumlahnya beragam, semua ada di Indonesia,” urai Nallom.
Namun, Nallom menyampaikan, demokrasi bukanlah sistem yang baik diterapkan dalam pemerintahan. Menurut Nallom, demokrasi yang mengagungkan suara mayoritas janganlah menjadi sistem yang didewa-dewakan, tapi jangan juga dijauhi.
Pada kesempatan itu, Nallom juga menyoroti kewajiban MK terkait pemakzulan Presiden. Hingga saat ini, Nallom menegaskan, kewajiban tersebut belum dijalankan MK. “Tidak ada satu orang Presiden pun di Indonesia yang turun dari jabatannya tidak dalam periodenya, melalui proses hukum. Soekarno misalnya, turun dari jabatannya bukan dari proses hukum. Termasuk juga Gus Dur yang turun dari jabatannya karena proses politis,” urainya.
Selanjutnya, pada sesi tanya jawab, ada yang menanyakan peran dan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Nallom menjelaskan, jumlah anggota DPD tidak sama dengan jumlah anggota DPR. Karena jumlah anggota DPR lebih banyak, sehingga fungsi DPD seringkali tenggelam. Apalagi belakangan sering terdengar ribut-ribut soal masa jabatan pimpinan DPD, yang membuat terkesan tidak baik.
“Namun soal kewenangan DPD tidak ada masalah, sudah pernah diuji dan diputuskan oleh MK bahwa DPD memiliki hak yang sama untuk mengusulkan, membahas Rancangan Undang-Undang. Jadi sekarang tergantung DPD bagaimana memaksimalkan kewenangannya,” kata Nallom.
Usai acara pertemuan itu, Ahmad Fikri Hadin sebagai pimpinan rombongan mahasiswa FH Universitas Lambung Mangkurat mengatakan bahwa kunjungan pertama mereka ke MK diharapkan sebagai inspirasi bagi mahasiswa mengenai kinerja Mahkamah Konstitusi.
“Selain itu, apa yang didapat dari kunjungan ini dapat menjadi bahan skripsi para mahasiswa serta sebagai pengayaaan bagi para mahasiswa,” kata Fikri sebagai dosen Hukum Tata Negara.
Sesudah mendapatkan materi soal Konstitusi maupun Mahkamah Konstitusi, para mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengunjungi Pusat Sejarah Konstitusi di lantai 5 dan 6 Gedung MK. Banyak mahasiswa yang terkesan dengan Pusat Sejarah Konstitusi, antara lain dengan melihat sejarah MK Republik Indonesia (MKRI) serta sejarah Konstitusi di Indonesia. (Nano Tresna Arfana/lul)