Terpidana kasus pencurian sarang burung walet, Irwansyah Siregar dan Dedi Nuryadi, memperbaiki permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan), Selasa (12/4). Pokok-pokok perbaikan disampaikan Ignasius Supriyadi selaku kuasa hukum Pemohon dalam sidang kedua perkara dengan Nomor 29/PUU-XIV/2016 tersebut.
Pada sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo tersebut, Pemohon memperbaiki kedudukan hukum dan alasan permohonan sesuai dengan saran Majelis Hakim dalam sidang sebelumnya. Pemohon mendalilkan kewenangan deponering yang merupakan asas oportunitas dari Kejaksaan sangat berpotensi melanggar hak-hak konstitusionalnya, terutama menyangkut mengenai persamaan di hadapan hukum (equality before the law).
“Dan juga memberikan peluang untuk melakukan diskriminasi terhadap klien kami. Jadi, itu tadi yang kami tambahkan,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar tersebut.
Selain itu, lanjut Ignasius, frasa ‘kepentingan umum’ dalam penjelasan Undang-Undang Kejaksaan terkesan ‘kabur’. Menurut Pemohon, tidak ada suatu batasan dari ‘kepentingan umum’ selain bertentangan dengan kepentingan bangsa dan negara dan/atau masyarakat luas.
“Nah, siapa yang berhak menentukan ini, itu tidak diatur. Sehingga kami dalam permohonan ini juga sekiranya pasal itu tidak dinyatakan bertentangan secara total dengan Undang-Undang Dasar 1945 setidak-tidaknya diberikan suatu konstitusional bersyarat bahwa yang sebelum mengeluarkan deponering setidak-tidaknya jaksa agung meminta persetujuan DPR,” paparnya.
Dalam permohonannya, Pemohon menilai aturan yang menyebut kewenangan Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponering) yang termaktub dalam Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan Agung inkonstitusional. Dalam kasus yang dialami pemohon, pada 18 Februari 2004, para Pemohon dalam Perkara 29/PUU-XIV/2016 itu mendapatkan penyiksaan ketika ditangkap oleh aparat kepolisian, yang dipimpin Novel Baswedan selaku Kepala Satuan Reserse Polres Bengkulu dalam kasus pencurian sarang burung walet. Dengan adanya kewenangan Jaksa Agung yang dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, sebagai mana disebutkan dalam pasal tersebut, menyebabkan para pemohon tidak mendapat keadilan.
Sebelumnya, para Pemohon beserta 3 rekan yang tertangkap bersama, minus Mulyan Johani alias Aan yang telah meninggal dunia karena tertembak, dijatuhi hukuman penjara 8 bulan sampai dengan 12 bulan penjara. Menurut Pemohon, hukuman tersebut telah selesai dijalani oleh Para Pemohon.
Lebih lanjut Pemohon menjelaskan tanggal 29 Januari 2016, surat dakwaan atau berkas perkara penembakan terhadap 6 orang dengan tersangka Novel telah dilimpahkan oleh jaksa penuntut umum ke Pengadilan Negeri Kota Bengkulu. Namun, berkas tersebut ditarik kembali dengan alasan untuk diperbaiki atau disempurnakan.
Akan tetapi, ternyata surat dakwaan terhadap Novel tidak pernah diajukan kembali ke Pengadilan Negeri Bengkulu, dan jaksa penuntut umum justru mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Nomor B-03/N.7.10/E.P.1/02/2016 tanggal 22 Februari 2016 untuk menghentikan penuntutan dalam kasus tersebut dengan alasan tidak cukup bukti dan telah kedaluwarsa.
Menurut Pemohon orang-orang yang sedang bekerja pada KPK, maupun orang-orang yang pernah bekerja pada KPK seolah-olah diberikan dan/atau mempunyai hak suprakonstitusional untuk tidak diadili di depan pengadilan yang sah dengan berlakunya ketentuan Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan.(Lulu Anjarsari/lul)