Sebanyak 56 mahasiswa dan 5 dosen pendamping Jurusan Ilmu Hukum Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Bali berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (12/4). Tujuan kedatangan mereka guna mengenal lebih jauh mengenai MK secara kelembagaan, sekaligus pula memahami dinamika pelaksanaan tugas MK sebagai salah satu lembaga pelaku kekuasaan kehakiman.
“Kunjungan kami ke Mahkamah Konstitusi adalah untuk mendapatkan ilmu secara langsung tentang hal-hal yang berkaitan dengan MK,” kata I Nyoman Pursite sebagai pimpinan rombongan mahasiswa.
Peneliti Muda MK, Irfan Nur Rachman menerima kunjungan tersebut di aula gedung MK. Dalam paparannya, Irfan menuturkan keberadaan MK tidak terlepas dari gagasan judicial review yang muncul pada 1803 di Amerika dalam perkara Marbury vs Madison. Pada 1920, salah seorang ahli hukum kenamaan Austria, Hans Kelsen, merespons gagasan judicial review tersebut dan kemudian melembagakannya ke dalam bentuk lembaga tersendiri di luar Mahkamah Agung (MA), yakni dengan membentuk MK.
Menurut Hans Kelsen, agar ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat dijamin pelaksanaannya, diperlukan organ yang menguji apakah suatu produk hukum bertentangan atau tidak dengan konstitusi. Hal inilah yang kemudian melahirkan MK dalam perubahan konstitusi Austria pada 1920.
Dalam perkembangannya, muncul tiga model judicial review. Pertama, Model Amerika yang melekatkan kewenangan judicial review pada MA (supreme court). Kedua, Model Austria yang melekatkan kewenangan judicial review pada lembaga tersendiri diluar MA, yakni dengan membentuk MK. Sedangkan yang ketiga adalah Model Perancis yang melekatkan kewenangan judicial review pada Dewan Konstitusi. Hal tersebut lantaran Perancis masih menganut doktrin supremasi parlemen yang berpendapat bahwa undang-undang tidak dapat diganggu gugat, sehingga modelnya bukanlah judicial review, melainkan judicial preview. Artinya undang-undang diuji terlebih dahulu sebelum diundangkan.
Dalam pemaparannya, Irfan yang merupakan kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro ini juga menjelaskan bahwa pasca perdebatan dan diskusi yang terjadi saat perubahan UUD 1945, para pengubah UUD 1945 memutuskan bahwa Indonesia mengadopsi Model Austria/Model Kelsenian. Sebagaimana amanat UUD 1945, MK memiliki empat kewenangan konstitusional, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum dan memutus pendapat DPR tentang pelanggaran hukum yang dilakukan oleh presiden/wakil presiden (impeachment) beserta hukum acaranya.
Di akhir sesi pemaparan materi, banyak perserta yang terlihat antusias bertanya guna mendalami lebih jauh tentang pelaksanaan konstitusional MK dan putusan-putusannya. (Nano Tresna Arfana/lul)