Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua perkara Pengujian UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada), Rabu (6/4) dengan agenda Perbaikan Permohonan. Sebelumnya, Calon Kepala Daerah Kabupaten Fakfak Donatus Nimbitkendik dan Abdul Rahman mengajukan gugatan terhadap ketentuan sifat putusan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara Pilkada yang tercantum dalam Pasal 154 ayat (10) UU Pilkada.
Hadir langsung dalam persidangan, Donatus menyampaikan poin-poin perbaikan dalam permohonan yang teregistrasi dengan No. 27/PUU-XIV/2016 tersebut. Dalam perbaikan permohonan, Pemohon mempertajam argumentasinya. Dengan memberikan 24 bukti tertulis, Pemohon yakin bahwa hak konstitusionalnya telah dilanggar.
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Donatus juga menjelaskan latar belakang permohonannya. Ia mengaku bahwa proses penetapan dan pembatalannya selaku calon kepala daerah di Kabupaten Fakfak sudah berlangsung sampai lima kali. Oleh karena itu, Donatus merasa ia dan pasangannya telah dikriminalisasi.
“Itu benar-benar saya lihat itu kejahatan politik, kriminalisasi terhadap pasangan. Karena sampai dengan kemarin pemilihan, itu Nomor 2 (Pemohon) tetap, tidak dihilangkan dalam kartu suara,” ungkap Donatus geram.
Menanggapi hal itu, Patrialis menyampaikan akan membawa hasil persidangan perkara ini ke Rapat Permusawaratan Hakim (RPH). Pemohon pun diminta menunggu panggilan selanjutnya dari Mahkamah.
Sebelumnya, pada sidang pendahuluan yang digelar pada 24 Maret 2016, Mochtar Saenong selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan bahwa Pemohon kecewa dengan ketentuan dalam Pasal 154 ayat (10) UU Pilkada. Pasal tersebut dianggap menjegal langkah Pemohon yang hendak mengajukan upaya hukum lainnya terhadap putusan PK Mahkamah Agung (MA) yang mendiskualifikasi keikutsertaan Pemohon dalam Pilkada Fakfak 2015.
Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut.
Pasal 154
(10) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
MA dalam putusan perkara yang diajukan KPU Provinsi Papua Barat, membenarkan tindakan KPU Provinsi Papua Barat yang mendiskualifikasi keikutsertaan Pemohon. Terkait hal tersebut, para Pemohon kemudian melakukan berbagai upaya hukum hingga tahap pengajuan peninjauan kembali (PK). Pada tahap pengajuan PK, permohonan Pemohon tidak diterima berdasarkan Surat Nomor W4-TUN/14/AT.01.06/I/2016 tertanggal 05 Januari 2016 dengan alasan berdasarkan ketentuan Pasal 154 ayat (10) UU 1 Tahun 2015 Keputusan MA sudah bersifat final dan mengikat serta tidak bisa lagi menempuh upaya hukum lain. Oleh karena itu, Pemohon meminta Mahkamah untuk membatalkan ketentuan yang menyatakan putusan kasasi MA terkait perkara Pilkada bersifat final atau tidak dapat digugat lagi.
Pada sidang pendahuluan tersebut, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul meminta Pemohon menjelaskan upaya hukum apa yang hendak dilakukan Pemohon. Sebab, upaya hukum lain seperti yang disebut dalam pasal tersebut dapat berupaya upaya hukum biasa atau luar biasa. (Yusti Nurul Agustin/lul)