Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/4) di ruang sidang pleno. Agenda sidang perkara No. 111/PUU-XIII/2015 tersebut adalah mendengarkan keterangan Pengamat Ekonomi Politik Salamuddin Daeng dan Mantan Hakim Konstitusi Akademisi HS Natabaya. Keduaya dihadirkan sebagai ahli oleh Persatuan Pegawai Indonesia Power (PPIP) selaku Pihak Terkait.
Salamuddin Daeng menjelaskan bahwa semangat utama UU No. 30/2009 adalah melakukan liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia. UU No. 30/2009, menurutnya, hanya pengulangan dari UU No. 20/2002 tentang Ketenagalistrikan yang sebelumnya dibatalkan MK.
“Meskipun menggunakan pilihan bahasa dan kata-kata yang berbeda, namun kedua undang-undang tersebut memiliki substansi yang sama, yakni menjalankan neoliberalisme dalam sektor ketenagalistrikan,” ucap Salamuddin di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat.
Salamuddin mengatakan, sedikitnya ada tiga hal pokok yang menjadi misi neoliberalisme dari UU Ketenagalistrikan. Pertama, undang-undang a quo mengadung semangat komersialisasi listrik, yakni bisnis ketenagalistrikan dijalankan dengan prinsip usaha yang sehat, dalam arti harus menguntungkan. Kedua, Undang-Undang Ketenagalistrikan mengandung misi liberalisasi. Artinya, penyelenggaraan ketenagalistrikan dapat dilakukan secara terpisah-pisah.
“Ketiga, Undang-Undang Ketenagalistrikan mengandung semangat privatisasi sekaligus penjarahan kekayaan negara oleh oligarki nasional. Semua pihak dapat melakukan bisnis ketenagalistrikan dalam seluruh rantai yang terpisah-pisah,” tegas Salamuddin.
Sementara itu, Natabaya menjelaskan pengertian Pasal 33 UUD 1945 mengenai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
“Pengertian ‘dikuasai oleh negara’ sesuai putusan MK tahun 2003 telah memberikan satu pedoman tentang dikuasai oleh negara. Dalam hal ini fungsi negara dalam pengurusan, dalam pengaturan, dalam pengelolaan, dalam pengawasan,” papar Natabaya.
Lebih lanjut, Natabaya menerangkan, pengelolaan ketenagalistrikan oleh negara harus ada pembangkit tenaga listrik, transmisi dan distribusi. “Ini tidak dapat dipisah-pisah. Misalnya, hanya memilih apa yang enak menurut mereka, yang akan menimbulkan keuntungan. Mereka hanya ingin membuat pembangkit tenaga listrik, tapi tidak mau membuat transmisi,” ujar Natabaya.
“Oleh sebab itu pembangkit tenaga listrik, transmisi dan distribusi dalam pengelolaan bisnis ketenagalistrikan harus dikuasai oleh negara. Dengan pengertian bahwa negara itu mengendalikan. Di sinilah fungsi negara dalam melakukan pengurusan dan pengaturan bisnis ketenagalistrikan,” tambah Natabaya.
Sebagaimana diketahui, Adri dan Eko Sumantri selaku Pemohon menggugat ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2009. Ketentuan tersebut digugat karena dianggap membatasi negara dalam kepemilikan perusahaan listrik. Ketentuan tersebut juga menyatakan listrik dapat dikuasai oleh pihak swasta.
Sejalan dengan ketentuan UU No. 30 Tahun 2009, Direksi PLN melakukan proses unbundling vertikal (pemisahan proses bisnis PLN sesuai region masing-masing) dan selanjutnya menuju unbundling horizontal (pemisahan proses bisnis PLN per operasi bisnis) yang menyerahkan operasi distribusi dan transmisi PLN kepada Haleyora Power, dan menyerahkan pekerjaan administrasi (back office) kepada PT Icon.
Pemohon menduga, hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya tarif tenaga listrik secara drastis dan perubahan status perusahaan. Dampak dari regionalisasi ini, baik unbundling vertikal maupun unbundling horizontal, adalah keberadaan SDM PLN dapat diintervensi oleh pemilik modal (pembeli PLN sesuai regionnya) dan PHK massal. Oleh karenanya, Pemohon menyampaikan pada Majelis Hakim Konstitusi, bahwa ketentuan UU No. 30/2009 mengakibatkan hajat hidup orang banyak dapat dikuasai oleh korporasi swasta nasional, multinasional dan perorangan. Bahkan, mengakibatkan negara tidak memiliki kekuasaaan atas tenaga listrik. (Nano Tresna Arfana/lul)