Rombongan guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tingkat SMP Kabupaten Pemalang mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (4/4). Kunjungan para guru berseragam batik itu disambut langsung oleh Panitera Muda II Muhidin di aula lantai dasar gedung MK. Muhidin berkesempatan menyampaikan materi pendalaman seputar MK dan membuka forum tanya-jawab dengan para guru tersebut.
Muhidin menjelaskan, dari sudut pandang sejarah, kehadiran MK di dunia, dimulai pada tahun 1803 ketika di Amerika Serikat muncul kasus Marbury vs Madison. Saat itu, meskipun ketentuan judicial review tidak tercantum dalam UUD AS, Supreme Court (Mahkamah Agung) AS membuat sebuah putusan yang ditulis salah satu Hakim Agung AS kala itu, John Marshall, dan didukung empat hakim agung lainnya. Putusan tersebut menyatakan bahwa pengadilan berwenang membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan Konstitusi.
Sejarah judicial review kemudian bergulir ke tahun 1920. Pada tahun itu, seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria, Hans Kelsen, yang terinspirasi dengan kasus Marbury vs Madison menyatakan agar ketentuan Konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat dijamin pelaksanaannya, diperlukan organ yang menguji suatu produk hukum bertentangan atau tidak dengan Konstitusi. “Gagasan Hans Kelsen itu kemudian menjadi dasar dibentuknya MK Austria yang menjadi MK pertama di dunia,\" ungkap Muhidin di hadapan 52 orang guru PKn.
Muhidin juga menyampaikan mengenai kewenangan dan kewajiban MK. Kewenangan-kewenangan MK, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus perkara pemilu, dan memutus pembubaran partai politik. MK juga berkewajiban memberikan putusan atas permintaan DPR untuk memecat presiden bila terbukti melanggar Konstitusi. (utami/lul)