Sebanyak 18 mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (18/3). Kedatangan para mahasiswa diterima Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan MK Wiryanto di aula Gedung MK.
Mengawali pertemuan, Wiryanto menyampaikan materi mengenai sejarah terbentuknya MK dan kewenangannya. Menurut Wiryanto, sejarah MK bermula dari reformasi 1998 yang berujung pada perubahan Undang-Undang Dasar 1945. “Pasca reformasi politik 1998, lahirlah sebuah peristiwa politik yang sangat luar biasa yaitu amandemen UUD 1945,” kata Wiryanto.
Ia menjelaskan mengenai alasan perlunya dilakukan perubahan dalam UUD 1945 yang pada muaranya melahirkan MK. Saat itu, sistem ketatanegaraan Indonesia mengenal hierarki lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara. Dengan sistem ketatanegaraan yang demikian, proses check and balances antar lembaga negara tidak tercapai. Selain itu, UUD 1945 juga memiliki pasal-pasal yang multitafsir.
Saat pembahasan amandemen, muncul ide mengenai perlunya MK dengan kewenangan judicial review. Sebelum amandemen, pemerintah dan DPR ketika menerbitkan undang-undang tidak bisa dilakukan upaya pengujian. Hal itu menjadi isu utama terkait lahirnya MK dari hasil amandemen UUD 1945.
Kala itu, pemerintah diberi waktu oleh undang-undang untuk membentuk MK paling lambat 17 Agustus 2003. Sebelumnya, pada 3 Agustus 2003 Presiden mengesahkan UU MK. Kemudian pada 15 Agustus 2003, Presiden mengangkat sembilan hakim konstitusi yang dilanjutkan pengucapan sumpah hakim konstitusi pada tanggal 16 Agustus 2003.
Wiryanto juga menyebutkan kewenangan yang dimiliki MK berdasar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Kewenangan yang dimiliki MK, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga yang wewenangnya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain itu, MK juga memiliki satu kewajiban seperti yang diamanatkan Pasal 7 dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, yaitu memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Usai mendengarkan materi dari narasumber, para mahasiswa diperkenankan untuk melihat langsung Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang berada di lantai 5 dan 6 Gedung MK. Puskon bertujuan untuk menumbuhkan dan membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap sejarah bangsa Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong partisipasi konstruktif masyarakat dalam mewujudkan budaya sadar Konstitusi. (Nano Tresna Arfana/lul)