Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia Arief Hidayat mengajak MK Republik Korea untuk saling mendukung penguatan dan pengembangan peran MK dalam memajukan demokrasi dan penegakan HAM dunia, khususnya di kawasan Asia. Hal tersebut disampaikan Arief dalam pertemuan bilateral dengan Presiden MK Korea Park Han-Chul di Seoul, Korea Selatan, Kamis (17/3).
Arief yang hadir di Seoul memenuhi undangan Presiden MK Korea tersebut, juga menilai perlunya mendorong kemajuan demokrasi di kawasan Asia sehingga mampu membawa pengaruh bagi penataan demokrasi secara global. Sebagai Presiden Asosiasi MK dan Institusi Sejenis se-Asia atau AACC, Arief juga mengajak MK Korea untuk bersama-sama bersinergi sekaligus mendorong negara-negara anggota AACC lainnya untuk berperan aktif memajukan asosiasi sehingga punya pengaruh lebih kuat di kawasan yang lebih luas.
“Saat menghadiri kongres Asosiasi MK Eropa sebagai satu-satunya undangan di luar Eropa tahun lalu (2015), saya juga menyampaikan berbagai pengalaman dalam penegakan demokrasi di Indonesia,” jelas Arief.
Mengamini pernyataan Arief, Park Han-Chul juga menilai saat ini Asia belum menjadi pemain utama dalam kampanye peningkatan demokratisasi dan penegakan HAM di dunia. “Jumlah penduduk Asia lebih dari separuh komunitas masyarakat dunia, tapi selama ini peran Asia dalam kehidupan global masih kurang terasa pengaruhnya,” ujar Park.
Untuk itu, Park menyambut baik sinergitas yang diupayakan kedua lembaga peradilan konstitusional tersebut sebagai inisiatif yang harus terus dikembangkan dan ditularkan kepada negara-negara lain di kawasan Asia. Kedua MK yang sama-sama pendiri AACC tersebut akan berusaha meningkatkan pengaruh kawasan Asia bagi proses demokratisasi di dunia.
Saling Belajar
Pada kesempatan yang sama, kedua pemimpin lembaga juga bersepakat memperkuat persahabatan dan jalinan kerja sama antara MK Indonesia dan MK Korea. Jalinan kerja sama tersebut dituangkan dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding atau MoU) yang ditandatangani oleh Ketua MK Indonesia Arief Hidayat, dan Presiden MK Korea Park Han-Chul.
Melalui MoU tersebut, kedua MK tersebut akan saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan penelitian dalam bidang keadilan konstitusional serta hukum. Arief menjelaskan, kerja sama itu akan membuka kesempatan bagi MK Indonesia untuk mengirimkan para pegawai dalam rangka menimba pengetahuan tentang kewenangan MK Korea yang tidak dimiliki MK Indonesia. Begitupun sebaliknya, MK Indonesia akan memfasilitasi para staf maupun hakim MK Korea untuk mempelajari sistem hukum dan peradilan di Indonesia, khususnya bidang peradilan konstitusional.
“Ada kewenangan MK Korea yang tidak dimiliki Indonesia, yakni constitutional complaint. Nah, Indonesia akan belajar bagaimana Korea menyelesaikan perkara-perkara tersebut,” terang Arief.
Lebih lanjut, Arief menjelaskan, meskipun MK Indonesia belum memiliki kewenangan tersebut, namun saat ini telah menerima dan menangani berbagai perkara pengujian undang-undang (judicial review) yang bernuansa constitutional complaint atau pengaduan konstitusional. Arief menambahkan, setiap tahun MK Indonesia menangani tidak kurang dari 130 perkara pengujian undang-undang. Dari jumlah tersebut, sebagiannya dapat dikategorikan constitutional complaint. “Jadi banyak warga negara yang sebenarnya mengajukan perkara constitutional complaint tapi pintu masuknya melalui pengujian undang-undang,” jelas Arief.
Sementara, Park mengatakan, setiap tahun rata-rata 2.000 perkara constitutional complaint diterima oleh MK Korea. Jumlah tersebut belum termasuk perkara-perkara pengujian undang-undang, meskipun jumlahnya lebih sedikit di banding perkara constitutional complaint. “Saya jadi iri dengan MK Indonesia karena perkara yang ditangani tidak sebanyak kami,” ujar Park sembari berseloroh.
Namun Park juga menyampaikan kekagumannya kepada MK Indonesia karena mampu menangani ratusan perkara sengketa pemilu parlemen dan pemilu presiden dengan waktu penyelesaian yang sangat terbatas. Sebelumnya, Park memperoleh informasi bahwa MK Indonesia baru saja menyelesaikan ratusan perkara pemilihan kepala daerah yang digelar secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. “Saya bisa membayangkan betapa sibuknya MK Indonesia menangani perkara-perkara tersebut,” tambahnya.
Untuk itulah, ujar Park, pihaknya akan memanfaatkan kerja sama ini sebagai jalan bagi MK Korea belajar mengenai penanganan perkara-perkara sengketa pemilu dari Indonesia. Dirinya merasa perlu menggali pengetahuan kepada MK Indonesia karena dengan wilayah dan kemajemukan rakyatnya yang beragam, perkara-perkara tersebut dapat diselesaikan dengan baik tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat. (ArdliN/lul)