Mahkamah Konstitusi (MK) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah dua diantara lembaga yang lahir dari rahim reformasi dan mendapatkan kepercayaan oleh masyarakat. Namun, kepercayaan terhadap MK sempat sampai pada titik terendah pada akhir 2013 hingga pertengahan 2014. Hal tersebut, tidak lepas dari kasus yang menimpa Ketua MK saat itu, Akil Mochtar. “Saat itu yang sebelumnya (tingkat kepercayaan) mencapai 80 persen, turun hingga belasan persen,” ujar Arief di hadapan masyarakat Indonesia di Dubai, Selasa (15/3).
Di tengah kondisi tersebut, MK justru dihadapkan pada agenda besar bangsa Indonesia, yakni penyelesaian perkara-perkara perselisihan hasil pemilihan umum anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) 2014. Namun, tantangan besar tersebut, urai Arief, justru dijadikan para hakim konstitusi sebagai sarana untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada MK. “MK bertekad menyelesaikan perkara pemilu dan pilpres sebagai pembuktian bahwa MK adalah lembaga peradilan yang dapat dipercaya oleh rakyat,” tegas Arief.
Low trust society
Lebih lanjut, Arief menambahkan, keberhasilan dalam mengawal agenda demokrasi pada Pemilu 2014 telah menumbuhkan kembali kepercayaan rakyat kepada MK. Kepercayaan tersebut merupakan buah dari putusan-putusan MK yang dibuat sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. “Meskipun tidak selalu memuaskan semua pihak,” katanya.
Terkait kepercayaan masyarakat, Arief menilai justru saat ini bangsa Indonesia sedang berada pada fase low trust society. Arief membaca sinyalemen kecenderungan saling tidak percaya antara sesama komponen bangsa semakin meningkat. “Rakyat tidak percaya dengan pemerintah, bahkan sesama penyelenggara negara juga saling curiga,” ungkap guru besar hukum Universitas Diponegoro ini.
Menjawab pertanyaan salah seorang warga mengenai langkah MK untuk meningkatkan kembali rasa saling kepercayaan di antara masyarakat, Arief menegaskan MK telah mengembangkan program pendidikan pemahaman dan kesadaran berkonstitusi bagi seluruh masyarakat. “MK telah menggandeng berbagai organisasi kemasyarakatan untuk kembali menghidupkan pemahaman tentang Pancasila dan Konstitusi,” terangnya.
Melalui program tersebut, Arief berharap rasa saling percaya akan kembali tumbuh seiring dengan meningkatnya kesadaran tentang Pancasila dan Konstitusi.
Pada acara yang diikuti oleh sekitar 50 warga Indonesia di Dubai tersebut, Arief didaulat meresmikan aplikasi evaluasi pelayanan yang dikembangkan Konsulat Jenderal RI di Dubai. Aplikasi tersebut ditujukan untuk meningkatkan pelayanan Konjen RI Dubai dalam melayani kepentingan masyarakat Indonesia maupun warga asing yang memiliki kepentingan dengan Indonesia. (ArdliN/lul)