Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia mengajukan diri sebagai tuan rumah penyelenggaraan kongres ke-5 Konferensi Hakim Konstitusi Dunia (World Conference on Constitutional Justice atau WCCJ) yang rencananya digelar pada 2020. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MK Arief Hidayat pada Pertemuan Biro WCCJ di Venesia, Italia, Sabtu (12/3) lalu.
Arief yang hadir sebagai Presiden Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se-Asia atau AACCEI menyatakan kesiapan MK Indonesia untuk menyelenggarakan kongres yang merupakan ajang para hakim konstitusi dari seluruh dunia untuk berbagi pengetahuan serta praktik hukum dan konstitusi tersebut. Arief menuturkan, MK Indonesia telah berpengalaman menyelenggarakan berbagai kegiatan, baik yang berskala regional maupun internasional. “Setelah pada 2015 lalu menggelar simposium internasional, pada Agustus 2016 yang akan datang, MK Indonesia akan menyelenggarakan Kongres AACCEI di Denpasar, Bali,” ujar Arief sekaligus menyampaikan agenda kegiatan AACCEI.
Pertemuan Biro WCCJ tersebut dipimpin Presiden MK Lithuania Dainius Zalimas dan diikuti oleh 12 presiden asosiasi MK dari berbagai kawasan dan kelompok bahasa di seluruh dunia serta Venice Commission sebagai Sekretariat WCCJ. Salah satu agenda pertemuan Biro, yaitu pemaparan persiapan Kongres ke-3 WCCJ yang akan digelar di Lithuania pada September 2017 mendatang.
Selain menyampaikan agenda-agenda kegiatan ACCEI di hadapan anggota Biro lainnya, Arief meminta kepada Biro agar dua anggota baru AACCEI, yakni Myanmar dan Kirgistan turut diundang bersama anggota AACCEI lainnya untuk mengikuti Kongres ke-3 WCCJ. Arief, yang akan menyudahi jabatan presiden AACCEI pada Agustus 2016 mendatang juga mengusulkan agar WCCJ dapat memfasilitasi negara-negara yang masih berkembang untuk mengikuti berbagai agenda WCCJ. “Kami mendorong agar kesempatan yang sama juga diberikan kepada MK di negara-negara berkembang turut berpartisipasi memajukan demokrasi dan hak asasi manusia,” imbuhnya.
Disorientasi Kebangsaan
Di sela-sela Pertemuan Biro WCCJ, Arief juga berkesempatan melakukan dialog sekaligus menyampaikan informasi tentang perkembangan ketatanegaraan Indonesia kepada masyarakat Indonesia di Roma. Didampingi Minister/Wakil Kepala Perwakilan KBRI Roma, Des Alwi, Arief menjelaskan bahwa MK Indonesia telah berhasil menyelesaikan sengketa pilkada serentak 2015 yang mencapai 151 perkara. Di antara jumlah tersebut, terdapat 5 daerah yang diputus MK melakukan pemungutan suara ulang.
Menurut Arief, daerah-daerah tersebut belum memiliki kultur hukum dan kultur politik yang matang sehingga proses penyelenggaraan pemilihan yang baik dan benar sesuai asas pemilu masih sulit dilaksanakan.
“Misalnya di salah satu kabupaten di Maluku Utara, harus dilakukan penghitungan ulang karena ada 28 TPS yang bermasalah sehingga harus dihitung ulang. Bahkan ternyata, 20 kotak suara di antaranya tidak ada surat suaranya,” jelasnya.
Salah satu penyebab kondisi tersebut menurut Arief karena bangsa Indonesia saat ini mengalami disorientasi. Para pemangku kepentingan bangsa Indonesia sudah tidak lagi mengikuti falsafah kebangsaan yang telah dirumuskan para pendiri bangsa. Padahal, lanjut Arief, para pendiri bangsa telah merumuskan Pancasila yang menjadi dasar berdirinya Negara Indonesia dan menyatukan berbagai komponen bangsa pada masa perjuangan kemerdekaan. “Ibaratnya, saat ini kita justru kehilangan arah karena telah jauh meninggalkan nilai-nilai Pancasila,” pungkas Arief.
Sementara, Wakil Kepala Perwakilan KBRI Roma dalam sambutannya menyatakan kegembiraannya atas kunjungan Ketua MK. “Ini merupakan kesempatan yang langka bagi warga Indonesia di Roma untuk bertatap muka dan mendengar secara langsung mengenai informasi perkembangan penegakan hukum di Indonesia,” ujar Alwi.
Pertemuan yang digelar di Wisma Indonesia KBRI Roma tersebut diikuti oleh tidak kurang dari 100 warga Indonesia. Mereka sebagian besar adalah para mahasiswa Indonesia yang belajar di Roma dan para profesional yang bekerja di berbagai sektor usaha di Roma dan sekitarnya. (ArdliN/lul)