JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto menilai, kesadaran berdemokrasi di Indonesia meningkat.
Penilaiannya ini merujuk pada sedikitnya gugatan sengketa hasil pemilihan kepala daerah serentak 2015 yang diterima Mahkamah Konstitusi.
"Kalau dibanding sebelumnya, jumlah gugatan yang masuk menurun drastis. Kesadaran masyarakat terhadap demokrasi sudah meningkat," kata Aswanto, dalam program "Satu Meja", yang ditayangkan KompasTV, Rabu (9/3/2016) malam.
Ia mengatakan, dari sekitar 250 pilkada yang digelar secara serentak pada 9 Desembar 2015 lalu, MK menerima 147 gugatan ditambah 4 gugatan yang masih proses persidangan.
Dari jumlah itu, hanya 7 gugatan yang dilanjutkan ke tahap pembuktian, dan jumlahnya kembali berkurang menjadi 5 gugatan yang dikabulkan.
MK tidak mengabulkan sepenuhnya permohonan penggugat dalam lima gugatan tersebut. Beberapa di antaranya hanya dikabulkan sebagian, misalnya melalui pemungutan suara ulang di sejumlah TPS.
"Saat mereka ikut kontestasi, mereka kalah dan menyadari gugatan mereka tidak memenuhi syarat, mereka bisa menerima," kata Aswanto.
Hal yang sama diungkapkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik.
Menurut Husni, kesadaran demokrasi meningkat bisa dilihat dari indikator tidak adanya konflik serius saat pelaksanaan dan setelah pilkada serentak berlangsung.
"Kami sepakat masyarakat lebih dewasa, tidak ada gejolak yang berarti, masyarakat tidak terprovokasi," ujar Husni.
Ia mengatakan, pelaksanaan pilkada serentak memang sempat diwarnai demonstrasi, tetapi skalanya kecil.
Kericuhan paling serius terjadi di Kalimantan Utara. Akan tetapi, menurut Husni, peristiwa itu bisa diatasi oleh aparat berwenang.
Sementara, dari sisi manipulasi suara, juga tidak terlalu mengkhawatirkan.
Ia menegaskan bahwa manipulasi suara yang berbuntut pada pemungutan suara ulang hanya terjadi di Halmahera Selatan.
"Kami memperbaiki penyebaran informasi supaya masyarakat lokal dan pengurus DPP partai lebih cepat mendapatkan informasi akurat," kata Husni.
Jumlah gugatan tak bisa jadi indikator
Wakil Ketua Komisi II DPR RI A Riza Patria sepakat jika demokrasi di Indonesia mengalami peningkatan.
Namun, ia tak sepakat jika indikatornya karena sedikitnya jumlah gugatan sengketa hasil pilkada yang diajukan ke MK.
Menurut Riza, jumlah gugatan sengketa hasil pilkada yang diajukan ke MK berkurang karena aturan dan tidak serta merta karena kesadaran berdemokrasi yang meningkat.
Dalam Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada diatur bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Sementara, provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Dalam kalkulasinya, Riza menyebutkan, ada 27 sengketa hasil pilkada yang seharusnya bisa memasuki tahap pembuktian oleh MK.
"Jadi banyak yang tidak tertangani. Yang selisih suaranya tiga sampai lima persen tidak ditangani karena MK menggunakan kacamata kuda," ujar politisi Partai Gerindra tersebut.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2016/03/10/06262261/Gugatan.Sedikit.Benarkah.Kesadaran.Berdemokrasi.di.Indonesia.Meningkat.