Mantan Bupati Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, Darmili memperbaiki gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Senin (7/3). Melalui kuasa hukumnya, Darmili memperbaiki gugatan sesuai saran Majelis Hakim pada sidang pendahuluan yang digelar Selasa (23/2) lalu. Salah satu poin perbaikan yang telah dilakukan oleh Darmili yakni kedudukan hukum (legal standing) yang digunakan untuk mengajukan permohonan perkara No. 7/PUU-XIV/2016 itu.
“Seperti nasihat dari Majelis Hakim terdahulu itu sudah kami coba masukkan, seperti tentang legal standing, kemudian ada pasal yang salah (juga diperbaiki, red),” ujar Kuasa Hukum Pemohon Safarudin di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman.
Selain itu, Safarudin juga menyampaikan bahwa dalil Pemohon yang membandingkan antara kekhususan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan kekhasan Provinsi Aceh juga telah diperbaiki. Pada persidangan sebelumnya, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memang menyoroti persoalan tersebut.
Menurut Maria saat itu, terdapat perbedaan kekhasan antara DIY dengan Provinsi Aceh. Menurut Maria, sifat keistimewaan Aceh terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi bersumber dari syariat Islam. Hal itulah yang kemudian melahirkan budaya Islam yang kuat di masyarakat Aceh. “Keistimewaan Aceh terletak di sini, ketahanan dan daya juang yang berlandaskan syariat Islam. Hal itu berbeda dengan keistimewaan yang dimiliki Yogyakarta,” terang Maria pada sidang pendahuluan.
Dalam penjelasannya kala itu, Maria menyarankan agar Pemohon melihat kembali perbedaan keistimewaan yang diberikan dalam peraturan perundang-undangan untuk suatu daerah tertentu. Sebab, keistimewaan yang diberikan berbeda-beda dan tidak bisa disamaratakan.
Tidak menyia-nyiakan saran hakim konstitusi yang juga pakar perundang-undangan tersebut, Pemohon pun melakukan perbaikan dalil dan argumentasi soal kekhasan DIY dan Provinsi Aceh. “Antara perbedaan kekhususan Jogja dan Aceh dan beberapa daerah khusus seperti yang disampaikan Yang Mulia Prof. Bu Maria, sudah kami coba perbaiki, termasuk di dalam petitumnya,” tambah Safarudin lagi.
Soal kekhususan tersebut, memang didalilkan Pemohon dalam permohonannya. Darmili yang sudah menjabat sebagai Bupati Kabupaten Simeulue selama dua periode merasa tidak mendapat perlakuan yang sama dengan Sultan DIY yang dapat menjabat sebagai gubernur terus-menerus.
Menurut Darmili saat itu, DIY dan Provinsi Aceh sama-sama memiliki keistimewaan. Oleh karena itulah, Darmili meminta diperlakukan sama untuk dapat menjabat sebagai bupati lebih dari dua periode. Terlebih, Darmili mengaku tetua dan masyarakat di Kabupaten Simeulue masih menginginkannya untuk kembali menduduki kursi nomor satu di Kabupaten Simeulue karena menerapkan syariat Islam.
Keinginan Darmili tersebut ternyata tidak dapat berjalan mulus. Satu hal yang menjadi hambatan bagi Darmili yaitu ketentuan Pasal 65 ayat (2) UU Pemerintahan Aceh yang mengatur bahwa gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Oleh karena itulah, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 65 ayat (2) UU Pemerintahan Aceh bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, Pemohon juga meminta MK menyatakan pasal a quo harus dimaknai bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama.
Sebelum menutup sidang, Anwar yang juga didampingi Hakim Konstitusi Aswanto mengesahkan tiga alat bukti yang diajukan Pemohon. Anwar juga menyampaikan bahwa hasil sidang akan disampaikan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
“Apa pun hasilnya nanti, kami akan sampaikan ke RPH. Kemudian untuk kelanjutannya, tinggal menunggu pemberitahuan dari MK, apakah langsung diputus atau akan diteruskan ke sidang pleno. Baik, dengan demikian sidang selesai dan ditutup,” tutup Anwar sembari mengetuk palu sebanyak tiga kali sebagai tanda sidang berakhir. (Yusti Nurul Agustin/lul)