Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (UU Peradilan Umum) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Senin (7/3) di ruang sidang MK. Pada sidang tersebut, Mamiq Pahri, Nuraini, Fahrurrozi, dan Sapi’in yang merupakan warga Lombok memperbaiki permohonannya.
Diwakili Afdaludin selaku kuasa hukum, Pemohon Perkara Nomor 5/PUU-XIV/2016 tersebut menyatakan telah melakukan sejumlah perbaikan terhadap permohonannya sesuai dengan saran dan nasihat Majelis Hakim pada sidang pendahuluan. Adapun pokok-pokok yang diperbaiki, antara lain petitum permohonan. Sebelumnya, para Pemohon meminta MK untuk membatalkan Putusan Mahkamah Agung.
“Pertama, yang dulu pada permohonan yang dulu membatalkan putusan. Jadi, di situ kami tidak permasalahkan sudah karena putusan memang setelah kami kaji, memang tidak ada kewenangan untuk membatalkan putusan. Tetapi, yang kami perbaiki di situ adalah terhadap eksekusi Pasal 60-nya tentang pembatalan bersyarat. Yang kami maknai dengan pembatalan bersyarat itu adalah konstitusional kondisi, itu yang kami maknai dengan Pasal 60,” Ujar Afdaludin kepada Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin Wakil Ketua MK, Anwar Usman.
Menanggapinya, Anwar menyatakan permohonan yang telah disampaikan Pemohon akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), untuk menentukan kelanjutan perkara tersebut. “Baik. Bagaimana kelanjutan dari perkara Saudara ini, nanti akan dilaporkan dulu ke RPH.” Jelasnya.
Dalam sidang sebelumnya, Pemohon merasa telah dirugikan dengan adanya ketentuan Pasal 60 UU Peradilan Umum, yang dijadikan dasar hukum Panitera Pengadilan Negeri Selong untuk melaksanakan eksekusi terhadap hak atas tanah milik para Pemohon oleh Pengadilan Negeri Selong yang didasari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 24/PDT/1995 tanpa melalui proses hukum. Hal tersebut tertuang dalam Berita Acara Eksekusi Nomor 8/HK.PT.G/1994/PN.SEL, tertanggal 20 Desember 1994. Bahkan pada kasus tersebut, para Pemohon bukan merupakan para pihak yang berperkara.
Selain itu, menurut para Pemohon ketentuan Pasal 60 UU Peradilan Umum menyatakan bahwa dalam perkara perdata, Panitera Pengadilan Negeri bertugas melaksanakan putusan pengadilan, namun dalam ketentuan a quo tidak menjelaskan putusan yang mana yang dilaksanakan sehingga bertentangan dengan hak konstitusional para Pemohon.
Dengan alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK untuk menyatakan Berita Acara Eksekusi Nomor 8/HK.PT.G/1994/PN.SEL. tertanggal 20 Desember 1994 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menyatakan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. (Ilham/lul)