Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Tengah membantah semua dalil yang diungkapkan oleh Pasangan Calon (Paslon) Gubernur-Wakil Gubernur Willy M. Yosep-Muhammad Wahyudi K. Anwar. Bantahan tersebut disampaikan Ali Nurdin selaku kuasa hukum KPU Kalteng dalam sidang kedua Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng yang digelar pada Kamis (25/2) di Ruang Sidang MK.
KPU Kalteng selaku Termohon menjelaskan bahwa penundaan pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng Tahun 2015, dari semula tanggal 9 Desember 2015 menjadi 27 Januari 2016, memiliki dasar hukum. Padal 13 November 2015, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menjatuhkan Putusan yang memerintahkan kepada KPU RI untuk mengoreksi pasangan calon yang ditetapkan oleh Termohon. Atas putusan tersebut, pada 18 November 2015, KPU RI mengeluarkan Putusan tentang Pembatalan Dr. H. Ujang Iskandar, S.T., dan H. Jamawi sebagai Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur dengan mencabut Keputusan KPU Provinsi Kalimantan Tengah.
Atas putusan tersebut, Paslon Ujang Iskandar dan H. Jamawi mengajukan upaya hukum ke PTUN Jakarta pada 8 Desember 2015. PTUN mengeluarkan putusan yang pada pokoknya membatalkan Surat Keputusan KPU RI tertanggal 18 November tentang Pembatalan Ujang Iskandar-Jamawi sebagai Pasangan Calon.
“Dengan adanya putusan PTUN dimaksud, Termohon tidak mungkin melaksanakan pemilihan pada tanggal 9 Desember karena belum ada kepastian hukum mengenai siapa saja yang menjadi peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, dan dibutuhkan persiapan yang cukup untuk pengadaan logistik pemilihan, termasuk pendistribusiannya seperti surat suara yang menampilkan peserta pemilihan, apalagi terhadap putusan PTUN tersebut KPU RI telah mengajukan upaya hukum kasasi,” terang Ali.
Termohon pun mengumumkan pemungutan suara yang seharusnya dilaksanakan pada 9 Desember ditunda sampai dengan adanya putusan berkekuatan hukum tetap. Termohon juga melakukan sosialisasi penundaan pelaksanaan pemungutan suara kepada peserta pemilihan dan pemangku kepentingan lainnya. Termohon telah mengeluarkan Keputusan tentang Penundaan Pelaksanaan Pemungutan Suara dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah tertanggal 8 Desember 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemungutan suara dalam rangka pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah yang seharusnya dilaksanakan pada Tanggal 9 Desember ditunda pelaksanaannya sampai dengan adanya putusan berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, menurut Termohon, dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon mengenai adanya suara tidak sah yang dinilai tidak rasional adalah dalil yang kabur. Penambahan suara tidak sah, dinilai Termohon adalah dalil yang sangat tidak jelas karena Pemohon tidak menjelaskan dari mana sumber bukti yang dibangun oleh Pemohon atas dalil tersebut.
”Apalagi dalam permohonannya secara jelas Pemohon menyebutkan bahwa alasan yang dibangun Pemohon hanyalah berdasarkan kecurigaan sebagaimana terbukti dalam kalimat Pemohon mencurigai suara tidak sah tersebut seluruhnya adalah suara Pemohon,” ujar Ali di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Tidak Memiliki Kedudukan Hukum
Paslon Sugianto Sabran-Habib H. Said Ismail selaku Pihak Terkait juga membantah semua dalil yang diungkapkan Pemohon. Selain itu, Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sesuai dengan Pasal 158 ayat (1) huruf b UU 8/2015, Pasal 6 ayat (1) huruf b dan ayat (3) PMK 1/2015 juncto PMK 5/2015 yang pada pokoknya menentukan bahwa terhadap provinsi dengan jumlah 2 s/d 6 juta penduduk, selisih perolehan suara yang dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil pilgub adalah 1,5%. Sedangkan jumlah penduduk Provinsi Kalteng adalah 2.447.427 jiwa. Sementara di sisi lain, perolehan suara Pihak Terkait adalah 518.895 suara dan perolehan suara Pemohon sejumlah 488.218 suara.
“Dengan demikian selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait adalah sebanyak 30.677 suara atau ekuivalen dengan 5,91%. Karena selisih perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait adalah 5,91% suara, sedangkan ambang batas maksimal Pemohon dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil pilgub ke Mahkamah Konstitusi adalah 1,5% maka Pemohon tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan,” jelas Robikin Emhas selaku kuasa hukum Pihak Terkait.
Selain itu, Pihak Terkait berpendapat bahwa posita dan petitum Pemohon tidak sejalan, bahkan kontradiktif. Pemohon berpendapat pelaksanaan pemungutan suara Pilgub Kalteng tanggal 27 Januari 2016 inkonstitusional, ilegal, dan bertentangan hukum, tapi Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menetapkan Pemohon sebagai pemenang. Permohonan yang demikian, menurut Pihak Terkait, merupakan permohonan yang cacat ratio legis.
Dalam sidang sebelumnya, Pemohon menyoal keputusan KPU Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 4/Kpts/KPU-Prov-020/2016 Tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Tahun 2015 Susulan. Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan penundaan pemilihan yang semula dijadwalkan pada 9 Desember 2015 mundur menjadi 27 Januari 2016 melanggar undang-undang.
KPU Provinsi Kalimantan Tengah selaku Termohon, menurut Pemohon, telah melanggar undang-undang karena tidak menerbitkan surat keputusan terkait penundaan pemilihan PHP Gubernur Kalimantan Tengah. Hal ini, menurut Pemohon, menghilangkan sekitar 60% hak pilih dari masyarakat dan menyebabkan kekalahan pemohon. (Lulu Anjarsari/lul)