Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum pada Selasa (23/2). Pemohon perkara nomor 5/PUU-XIV/2016 tersebut adalah sejumlah warga negara yang merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 60 Undang-Undang a quo. Ketentuan tersebut menyatakan dalam perkara perdata, Panitera Pengadilan Negeri bertugas melaksanakan putusan pengadilan.
Pasal 60 UU No. 2 Tahun 1986 menyebutkan, “Dalam perkara perdata, Panitera Pengadilan Negeri bertugas melaksanakan putusan Pengadilan”. Menurut Pemohon, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman, Pemohon menjelaskan ketentuan tersebut menjadi dasar bagi Panitera Pengadilan Selong untuk melaksanakan eksekusi terhadap harta benda para Pemohon, dalam hal ini tanah milik Pemohon. Hal itu membawa kerugian baik secara materiil maupun secara imateriil yang dikategorikan sebagai pelanggaran hak konstitusional para Pemohon.
Selain itu, menurut Pemohon, ketentuan Pasal 60 UU Peradilan Umum menyatakan bahwa dalam perkara perdata, Panitera Pengadilan Negeri bertugas melaksanakan putusan pengadilan, namun dalam ketentuan a quo tidak menjelaskan putusan mana yang harus dilaksanakan. “Dalam ketentuan a quo tidak menjelaskan putusan mana yang harus dilaksanakan sehingga bertentangan dengan hak konstitusional Pemohon yang dilindungi oleh Pasal 28G ayat (1) UUD 1945,” kata Afdaludin selaku kuasa hukum Pemohon.
Dengan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 60 UU Peradilan Umum bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu Pemohon meminta MK agar menyatakan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum batal secara bersyarat.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Hakim Konstitusi Aswanto selaku anggota Majelis Hakim menyarankan Pemohon agar lebih menguraikan lagi permohonannnya secara detail, terutama mengenai pasal yang diuji sehingga dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Senada dengan Aswanto, Hakim Konstitusi Maria juga mempertanyakan apa yang menjadi pertentangan antara pasal yang diuji dengan batu uji permohonan tersebut. (Nano Tresna Arfana/lul)