Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Kuantan Singingi yang diajukan Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1 Indra Putra dan Komperensi ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan tersebut mengukuhkan Paslon Nomor Urut 2 Mursini dan Halim (Pihak Terkait) untuk memimpin Kabupaten Kuantan Singingi.
“Amar putusan menyatakan, menolak permohonan untuk seluruhnya,” demikian disampaikan Ketua MK Arief Hidayat yang didampingi delapan hakim konstitusi lainnya pada sidang pengucapan putusan di ruang sidang pleno MK, Senin (22/2).
Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon yang menyatakan Pihak Terkait tidak memenuhi syarat dukungan partai politik, termasuk dalam kategori sengketa tata usaha negara pemilihan. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 153 UU No. 1/2015 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8/2015 yang menyatakan, “Sengketa tata usaha negara Pemilihan merupakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilihan antara Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota dengan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota”.
Mekanisme dan batasan waktu penyelesaian atas permasalahan itu, lanjut Mahkamah, telah diatur dengan jelas dan tegas dalam undang-undang a quo. “Dengan demikian, permasalahan syarat dukungan partai yang berakibat tidak sahnya penetapan pasangan calon merupakan kewenangan lembaga lain untuk menyelesaikannya, sehingga dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan pertimbangan hukum.
Selanjutnya, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan Ketua KPU Kabupaten Kuantan Singingi, Firdaus Oemar, telah berpihak kepada Pihak Terkait, Mahkamah menilai kedekatan Firdaus dengan Halim sebagai calon wakil bupati nomor urut 2 sudah terjalin sejak lama dan keduanya telah bermitra mendirikan sebuah perusahaan.
Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat Pemohon tidak melampirkan cukup bukti yang meyakinkan Mahkamah mengenai keberpihakan Ketua KPU Kuantan Singingi kepada Pihak Terkait. Sebaliknya, Termohon membuktikan bahwa Firdaus Oemar telah mengundurkan diri dari perusahaan (PT. Sandi Prima) pada 31 Juli 2015. Selain itu, Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi menyatakan bahwa tidak pernah menerima laporan terkait dengan dalil Pemohon a quo.
Adapun dalil Pemohon soal praktik politik uang oleh Pihak Terkait, Mahkamah berpendapat dalil tersebut didasarkan atas asumsi semata tanpa didukung bukti akurat. “Pihak Terkait memberikan uang sekadar untuk minum kopi bersama. Pihak Terkait tidak mengajak, mengarahkan kepada penerima uang untuk memilih dirinya dan tidak ada bukti yang menerangkan bahwa penerima uang telah memilih pihak Terkait. Malahan di TPS 1 Desa Godang Kari, ternyata Pemohon lah yang memperoleh suara terbanyak, sehingga dengan sendirinya dalil Pemohon telah terbantahkan,” urai Suhartoyo.
Selain itu, Mahkamah berpendapat bahwa persoalan politik uang merupakan kewenangan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) untuk menyelesaikannya. Meskipun diakui bahwa pemberian uang itu ada, namun diakui Pihak Terkait sebagai pemberian kepada seorang kawan dan telah ditangani oleh Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten Kuantan Singingi yang menyatakan laporan Pemohon tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu.
Sebelumnya, penetapan Mursini dan Halim (Pihak Terkait) selaku paslon Bupati dan Wakil Bupati Kuantan Singingi dinilai cacat hukum karena tidak memenuhi syarat dukungan partai politik minimal 20% atau 25% suara. Pasangan tersebut maju mendaftar pada hari pendaftaran terakhir dengan menggunakan dukungan PPP, PDIP dan Gerindra. Sedangkan sebelumnya, PPP berkoalisi dengan Nasdem, Demokrat, PAN dan Hanura telah mengusung Pemohon sebagai paslon.
Hasil akhir penghitungan suara, Pemohon dan pihak Terkait memperoleh selisih perolehan suara tipis yakni 348 suara atau 0,27%. Pemohon menduga, ada beberapa panitia pelaksana pilkada di sejumlah TPS yang sengaja melakukan pelanggaran untuk menguntungkan paslon nomor urut 2. Sehingga, Pemohon menggunakan dasar UU No 8 Tahun 2015 dan PKPU No 12 Tahun 2015 meminta agar diadakan pemungutan suara ulang di 16 TPS. (Nano Tresna Arfana/lul)