Mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan dihadirkan oleh Pemohon perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) Kabupaten Muna, pasangan calon Rusman Emba-Abdul Malik Ditu, Rabu (3/2) di Ruang Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK).
Di hadapan panel hakim yang diketuai Hakim Konstitusi Patrialis Akbar, Maruarar menyampaikan keadilan prosedural seharusnya tidak membuat hakim terhalangi untuk mencari keadilan substantif. Sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan PHP kada meski hanya bersifat sementara, Maruarar menyatakan MK terikat kepada prinsip yang ada di dalam Konstitusi.
Salah satu prinsip dimaksud, imbuhnya, yaitu mengedepankan keadilan substantif. Artinya, semua pihak yang bersengketa harus diberikan kesempatan untuk membuktikan dalilnya. “Bahwa keadilan prosedural itu tidak dapat mengesampingkan keadilan substantif,” ujar Maruarar.
Menyinggung ketentuan Pasal 158 UU Pilkada yang mensyaratkan persentase selisih suara maksimal bagi paslon yang hendak menggugat hasil Pilkada ke MK, Maruarar menyatakan seharusnya MK tidak serta-merta menyatakan tidak dapat menerima permohonan yang tidak memenuhi syarat dimaksud. Untuk mencapai keadilan substantif, lanjutnya, seharusnya MK melakukan pemeriksaan yang lebih luas.
“Substantive justice yang menjadi nilai Konstitusi menuntut perlunya keluasaan pembuktian untuk mewujudkan keadilan secara substantif dan menjunjung tinggi Konstitusi sebagai hukum tertinggi. Sehingga menjadi satu keharusan bahwa dalam proses beracara, keluasaan ini menjadi suatu hal yang niscaya,” urai Maruarar di hadapan panel hakim yang dianggotai Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.
Terkait dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi pelanggaran berisifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Muna, Maruarar menyarankan agar Mahkamah terus melakukan pemeriksaan yang leluasa, cermat, dan fair sehingga diperoleh keadilan substantif.
“Saya melihat MK sebagai pengawal Konstitusi terikat kepada yurisprudensi untuk bisa menyelesaikan sengketa ini secara fair. Intinya, karena tipisnya perbedaan ini, kehati-hatian dan fairness sangat menjadi perlu di dalam pemeriksaan (perkara) ini,” saran Maruarar.
Jalan Tengah
Menanggapi paparan Maruarar, Hakim Konstitusi Suhartoyo mencoba menjelaskan sikap Mahkamah terkait keadilan substantif yang dipersoalkan oleh ahli dimaksud. Menurut Suhartoyo, Mahkamah sama sekali tidak mengesampingkan keadilan substantif dan hanya mengedepankan keadilan prosedural.
Meski beberapa perkara pilkada sudah dinyatakan tidak dapat diterima karena Pemohon tidak memiliki legal standing, tegas Suhartoyo, bukan berarti MK hanya mengedepankan keadilan prosedural semata. Dalam hal ini, MK tidak hanya melihat apakah syarat yang ditentukan Pasal 158 UU Pilkada sudah terpenuhi atau tidak.
Sebab sebenarnya, lanjut Suhartoyo, Mahkamah sudah memberikan jalan tengah untuk mencapai keadilan substantif dengan cara mempersilakan para pihak yang bersengketa menyampaikan dalilnya secara lengkap dalam sidang pendahuluan. “Ada keleluasaan dengan MK memberi kesempatan kepada para pihak untuk mengajukan bukti-bukti ketika sidang pendahuluan. itu jalan tengah yang diambil. Di situlah sebenarnya substantif meskipun kelihatannya belum sampai kepada pembuktian untuk memeriksa saksi dan mendatangkan ahli,” jelas Suhartoyo.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Patrialis yang mengatakan bahwa MK memang memiliki semangat dan keinginan untuk menegakkan keadilan substantif. “Buktinya misalnya dalam persidangan ini ada yang tidak didalilkan oleh Pemohon, tapi saksinya mengungkapkan, kita tetap periksa,” tegas Patrialis.
Sidang perkara Nomor 120/PHP.BUP-XIV/2016 tersebut diperiksa secara maraton. Usai sidang diskors, Mahkamah kembali melanjutkan pemeriksaaan saksi-saksi yang dihadirkan para pihak. (Yusti Nurul Agustin/lul)