Jakarta - Koordinator Forum Masyarakat Peduli Pilkada 2015 Frederikus Lusti Tulis menilai penafsiran Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada membingungkan.
Bahkan Frederikus menilai penafsiran MK yang tertuang di Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2016 terkait batasan selisi perolehan suara sebagai syarat formil mengajukan gugatan ke MK, mengangkangi Pasal 158 UU Pilkada itu sendiri.
"Kami, Forum Masyarakat Peduli Pilkada 2015 menilai bahwa Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2015 telah mengangkangi UU Nomor 8 Tahun 2015, dengan menyisipkan satu ayat di PMK Nomor 5 sebagai perubahan PMK Nomor 1 yang hanya terdiri dua ayat. Ini jelas tidak sesuai amanat UU Pilkada," ujar Frederikus, seusai bertemu Komisi II DPR RI, di Senayan, Jakarta, Kamis (14/1).
MK, kata Frederikus, semestinya tidak menafsirkan secara sepihak Pasal 158 UU Pilkada yang tertuang dalam Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan yang justru menghambat terwujudnya keadilan substansif.
"Kita berharap MK untuk mewujudkan keadilan substantif di mana persoalan pemilihan umum kepala daerah tidak dipandang semata pada hal yang formil akan tetapi juga materiilnya," katanya.
Dia juga meminta MK mempertanggungjawabkan kepada publik atas tafsir yang membingungkan terhadap UU Pilkada yang ternyata sama sekali tidak memberikan rasa keadilan bagi para pencari keadilan.
"Kami juga meminta DPR melalui Komisi II yang membawahi pengawasan terhadap pelaksanaan UU Kepemiluan perlu memberikan sikap tegas atas persoalan tafsir MK yang membingungkan tersebut,"kata Frederikus.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga peradilan yang saat ini memegang kekuasaan dalam pengujian undang-undang maupun penyelesaian sengketa pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah.
Akan tetapi harapan untuk mencari keadilan bagi para pasangan calon yang merasa dirugikan atas hasil perolehan suara yang telah diumumkan sepertinya kandas ditengah jalan.
Sebab, adanya pembatasan syarat selisih suara yang diberikan oleh UU Nomor 8 Tahun 2015 tambah diperburuk dengan penafsiran yang membingungkan MK dari UU Nomor 8 Tahun 2015 yang tertuang dalam Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Sumber: http://www.beritasatu.com/hukum/341311-tafsir-mk-terhadap-pasal-158-uu-pilkada-dinilai-membingungkan.html