JAKARTA. Proses perselisihan hasil Pilkada 2015 di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berjalan.
Setelah sampai Senin (11/1) yang lalu, seluruh permohonan dari 147 pemohon selesai dibacakan, maka dari Selasa (12/1) yang tahapan persidangan mulai mendengarkan jawaban dari termohon (KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota), berikut juga dengan mendengarkan jawaban pihak terkait.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini mengungkapkan dalil yang disampaikan pemohon terfragmentasi pada dua bagian.
Pertama, kata dia, permohonan yang memenuhi syarat selisih suara maksimal 2% dari hasil yang ditetapkan oleh KPU, maka menyampaikan dalil kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU daerah.
Selain itu, terdapat juga dalil adanya praktik kecurangan terhadap proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
"Beberapa bentuk kecurangan yang disebut di dalam permohonan adalah praktik politik uang, penggunaan fasilitas dan program pemerintah untuk kepentingan pemenangan calon kepala daerah, dan politisasi birokrasi. Sesuai dengan publikasi hasil pemilihan kepala daerah di laman Pilkada2015.kpu.go.id, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 158 UU 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, hanya ada 23 permohonan yang memenuhi syarat selisih suara yang dimaksud," ungkap Titi di Jakarta, Jumat (15/1).
Kelompok kedua, lanjutnya, adalah permohonan yang dari hasil pemilihan yang ditetapkan oleh KPU daerah, selisih suaranya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 158 UU 8/2015 tentang Pemilian Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Untuk kelompok ini, dalil awal yang disampaikan adalah bahwa ketentuan Pasal 158 tidak serta merta bisa diberlakukan oleh MK untuk menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
"Setelah itu, baru kemudian pemohon mendalilkan ada kecurangan yang bersifat sistematis, tersturktur dan massif. Prihal apakah dalil itu memenuhi kualifikasi, ini tentu menjadi kewenangan Mahkamah dalam memutusnya nanti," kata Titi.
Di samping itu, lanjut Titi dari jawaban termohon yang mulai dibacakan semenjak Selasa (12/1), hampir seragama menyatakan bahwa permohonan yang melampaui syarat selisih suara selayaknya diputus MK tidak dapat diterima, dan tidak dapat dilanjutkan pada pemeriksaan di tingkat pembuktian.
"Termohon juga menyampaikan bahwa pemohon sudah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pemilihan dengan baik dan benar, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tandasnya.
Lebih lanjut, Titi mengatakan bahwa sejauh ini, MK sudah cukup baik dalam memfasilitasi para pihak dalam menyidangkan dan memeriksa permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah masuk ke MK.
Hal ini, menurutnya terlihat dari MK melayani para pihak, dan mendengarkan keterangan para pihak dalam proses persidangan tahap awal, serta supporting peradilan MK yang cukup baik dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
"Karena itu, kita desak MK sangat perlu untuk melihat dan memeriksa alat bukti dan dalil yang disampaikan seluruh pemohon dari awal, sehingga punya pertimbangan yang komprehensif dalam memutus, apakah setiap permohonan yang masuk dapat dilanjutkan ke pemeriksaan tingkat pembuktian," imbuh dia.
MK, katanya jangan sampai hanya mempertimbangkan dan menjadikan syarat selisih suara sebagai pertimbangan mutlak dalam memutus apakah permohonan dinyatakan tidak dapat diterima atau tidak.
"Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat mempertimbangkan aspek lain dalam fakta awal persidangan, yakni prihal integritas proses pelaksanaan pilkada yang sudah berjalan," pungkas Titi.
Sumber: http://sp.beritasatu.com/home/mk-harus-temukan-keadilan-materil-dalam-proses-sengketa-hasil-pilkada/106188