KPU Kabupaten Waropen, Papua membantah dalil-dalil yang diungkapkan oleh tiga pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Waropen Tahun 2015 . Bantahan ini disampaikan Budi Setiyanto selaku kuasa Termohon dalam sidang lanjutan PHP Kabupaten Waropen Nomor 31-56-102/PHP.BUP-XIV/2016 yang digelar MK pada Selasa (12/1) di Ruang Panel I.
Terkait dalil adanya pencoblosan yang diwakilkan pada Kampung Wapoga, Distrik Wapoga, Termohon diwakili Budi Setiyanto menjelaskan cara pencoblosan tersebut didasarkan pada kehendak para pemilih. Hal tersebut berdasarkan kesepakatan dalam musyawarah adat sebelum waktu pemungutan suara. Dalam kesepakatan itu, diputuskan bahwa warga Kampung Wapoga akan memberikan suara kepada Pasangan Calon Nomor Urut 1 Yeremias Bisai-Hendrik Wonatorey dengan membuat suatu pernyataan.
“Pada saat pemungutan suara, pencoblosannya diwakilkan kepada saksi pasangan calon, model ataupun cara pencoblosan ini sama persis dengan sistem noken. Dengan demikian, maka sebenarnya pencoblosan yang diwakilkan adalah diperkenankan dan bukan merupakan suatu pelanggaran,” ujarnya di hadapan Majelis Hakim dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Bantah Pelanggaran di Dua Distrik
Termohon juga membantah adanya pelanggaran di Distrik Kirihi dan Walai. Dalil tersebut terkait dengan pertemuan Ketua KPU Kabupaten Waropen Maurids Yeremias Mofu dan Ketua DPRD Kabupaten Waropen Apinus Wonda. Pemohon mendalilkan bahwa pertemuan tersebut membuat kesepakatan untuk mengalihkan sebanyak 1.000 suara kepada paslon nomor urut 1 di kedua distrik tersebut. Termohon menerangkan Ketua KPU hadir dalam kapasitasnya untuk melakukan evaluasi di dua distrik tersebut.
“Ketua KPU itu pada saat pencoblosan memang melakukan monitoring di Wakoga dan Nabire. Dalam konteks untuk melakukan koordinasi lebih lanjut terkait dengan rekapitulasi. Karena memang di sana medannya sangat sulit dan transportasi juga sulit sehingga ingin memastikan bahwa dengan koordinasi itu nanti tidak melewati tahapan pemilu yang bersifat nasional. Terkait dengan Ketua KPU dan DPR ini sama sekali tidak ada perencanaan,” paparnya.
Sementara terkait, pengabaian rekomendasi penwas, Termohon berdalih bahwa rekomendasi itu telah melampaui batas waktu sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan Pasal 60 Peraturan KPU Nomor 10/2000.
Tidak Ada Jual Beli Suara di Nabire
Melanjutkan persidangan, Majelis Hakim yang juga dihadiri oleh Hakim Konstitusi I Dewa Palguna dan Manahan Sitompul tersebut juga mendengarkan keterangan dari KPU Kabupaten Nabire. Termohon yang diwakili oleh Mahfud untuk tiga perkara (No. 21-22-25/PHP.BUP-XIV/2016) sekaligus menjelaskan permohonan para pemohon tidak jelas dan kabur. Terkait dalil adanya jual beli suara, menurutnya, Pemohon tidak dapat menjelaskan tempat dan kapan jual beli suara itu terjadi.
“Seandainya pun benar terjadi jual beli suara yang dilakukan oleh oknum tidak serta merta menjadi tanggung jawab hukum dari Termohon. Terlebih, Pemohon tidak mampu menjelaskan hubungan hukum antara dugaan peristiwa yang terjadi dengan perolehan suara Pemohon. Pemohon juga tidak mampu menjelaskan ketua RT, KPPS dan anggota TPS serta tim sukses mana dan suara pasangan calon berapa yang diperjualbelikan,” terang Mahfud.
Untuk itulah, Termohon menjelaskan dalil-dalil Pemohon tidak terbukti secara meyakinkan telah mempengaruhi komposisi perolehan suara masing-masing pasangan calon. “Oleh karena itu permohonan Pemohon haruslah ditolak untuk seluruhnya,” tandas Mahfud. (Lulu Anjarsari/lul)