Rusdy Mastura dan Ihwan Datu Adam, Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah 2015 mengajukan gugatan hasil Pemilihan Gubernur Sulteng. Menurut Pemohon, berbagai kecurangan telah dilakukan calon petahana, termasuk memanfaatkan program Pemprov Sulteng sebagai sarana kampanye.
Hal tersebut diungkap Kuasa Pemohon Refly Harun pada sidang pemeriksaan pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Sulteng. Menurutnya, Calon Petahana Nomor Urut 2 Longki Djanggola-Sudarto mengunakan program dan kegiatan pemerintahan daerah selama proses pemilihan. “Penggunaan program dan kegiatan pemerintahan daerah dimulai dengan merancang program dan kegiatan melalui APBD, yang prosesnya dipengaruhi oleh kekuatan mayoritas partai pendukung Pasangan Nomor Urut 2 di DPRD,” tutur Refly dalam sidang perkara nomor 15/PHP.GUB-XIV/2016 di ruang sidang panel 3 Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (11/1).
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar tersebut, Pemohon mengimbuhkan, pengalokasian anggaran dana hibah, bantuan sosial, bedah kampung, dan belanja barang/uang untuk diserahkan kepada masyarakat pelaksanaannya bersamaan dengan kegiatan pemilihan. “Totalnya sebanyak Rp851.4 miliar, Yang Mulia. Padahal APBD Sulawesi Tengah sendiri cuma Rp2.5 triliun. Jadi, sangat banyak,” imbuhnya.
Selain itu, Pemohon mempersoalkan pembengkakan biaya perjalanan dinas dari yang sebelumnya Rp131.4 miliar menjadi Rp148.6 miliar. Untuk perjalanan dinas dalam daerah bagi gubernur dan wakil gubernur aktif, mengalami peningkatan sebesar Rp6 miliar. Pengalokasian belanja surat kabar, majalah, dan jasa media massa juga meningkat, menjadi sebesar Rp6 miliar. Peningkatan tersebut, menurut Pemohon, dimanfaatkan untuk membangun opini mengenai kinerja petahana. “Penggunaan dana tersebut melanggar sejumlah aturan. Larangan menggunakan dana yang bersumber dari APBD untuk kampanye, Pasal 76 Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015,” tegas Refly.
Pemohon juga mendalilkan paslon petahana menggunakan dana kampanye yang melebihi jumlah yang diatur dalam Peraturan KPU, sehingga Pemohon menilai Pihak Terkait mesti diberi sanksi pembatalan sebagai calon. “Di sini ada Komisioner Arif Budiman, yang membuat peraturan bahwa mereka yang melebihi dana kampanye itu bisa dibatalkan,” ujarnya.
Kemudian, Pemohon mendalilkan calon petahana telah memobilisasi dan melibatkan aparatur sipil negara, kepala desa, lurah, perangkat desa dan perangkat kelurahan untuk pemenangannya. “Mobilisasi dan pelibatan tersebut dilakukan dengan cara menempatkan pelaksana tugas bupati dan walikota serta kepala SKBD, yang berpihak dan melakukan kegiatan kampanye terselubung untuk memilih Pasangan Calon Nomor Urut 2,” jelasnya.
Terhadap permohonan tersebut, Patrialis meminta Pihak Terkait dan Termohon menanggapi dan memberi jawaban secara komprehensif agar segala hal dapat disampaikan secara terbuka. “Jadi, nanti Pihak Terkait dan Pemohon dipersiapkan jawaban dan keterangannya secara komprehensif agar semuanya dapat kita buka di persidangan,” ujarnya.
Banggai dan Morowali
Pada sesi yang sama, MK juga menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pada dua kabupaten di Sulteng, yaitu Kabupaten Banggai (No. 20/PHP.BUP-XIV/2016 dan No. 62/PHP.BUP-XIV/2016) serta Kabupaten Morowali Utara (No. 4/PHP.BUP-XIV/2016).
Menurut Pemohon perkara No. 20, Paslon Bupati dan Wakil Bupati Banggai Sofhian Mile dan Sukri Djalumang, penyelenggara pilkada telah melakukan pelanggaran yang menguntungkan paslon nomor urut 3, di antaranya terdapat perbedaan antara DPT yang disahkan KPU Banggai pada rapat pleno, yaitu sejumlah 251.882 dengan jumlah DPT yang dicocokkan Pemohon pada 711 TPS, yakni sejumlah 246.771.
Hal tersebut ditegaskan oleh Pemohon perkara No. 62, Paslon Bupati dan Wakil Bupati Banggai Makmun Amir dan Batia Sisilia. Menurut Pemohon, pada tanggal 3 Desember 2015 pukul 02.25, pihaknya mendapatkan bukti bahwa ada perintah untuk mengubah DPT di 61 TPS di Lubuk Selatan. “Tanggal 3 Desember artinya enam hari menjelang pencoblosan,” tegas Kuasa Pemohon, Unoto Dwi Waluyo.
Adapun dalam permohonan Paslon Bupati dan Wakil Bupati Morowali Utara Idham Ibrahim-Heymans Larope, Pemohon mendalilkan terjadi pengurangan suara Pemohon di beberapa kecamatan serta adanya politik uang yang dilakukan Paslon Nomor Urut 2 Aptripel Tumimomor-Moh. Asrar Abd. Samad.
“Pasangan calon nomor urut 2 melakukan politik uang, dengan memberikan uang dan barang kepada pemilih. Dan hal tersebut sedang dalam proses di Polres Morowali,” terang kuasa hukum pemohon Azriadi Bachry Malewa.
Tidak hanya itu, Termohon (KPU) juga telah meloloskan calon bupati dan wakil bupati yang tidak memenuhi syarat dukungan bagi calon independen. Pemohon menilai hal tersebut telah merugikan Pemohon, karena secara tidak langsung hal tersebut mempengaruhi perolehan jumlah suara.
“Seharusnya Termohon tidak sertakan bakal Pasangan Calon Bupati Dan Wakil Bupati Sutrisno Sembiring dan Kristina Parinsi sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Morowali Utara karena secara fakta di lapangan syarat jumlah dukungan untuk lolos sebagai calon independen tidak terpenuhi. Dapat disimpulkan proses penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Morowali Utara dikatakan cacat hukum dan tidak sah,” tandas Azriadi. (panji erawan/lul)