Penyelenggara pilkada dituding telah melakukan upaya pemenangan terhadap salah satu pasangan calon sehingga merugikan pasangan calon lainnya. Hal tersebut terungkap dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) Kabupaten Konawe Utara (Perkara No. 75/PHP.BUP-XIV/2016) dan Kabupaten Buton Utara (Perkara No. 94/PHP.BUP-XIV/2016) yang digelar di Ruang Sidang Panel 3, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (8/1).
Keterlibatan penyelenggara pilkada salah satunya diungkapkan oleh Amin Mangulang selaku kuasa hukum Pasangan Calon (Paslon) Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman-Abu Haera. Meskipun Pemohon merupakan paslon incumbent namun dalam permohonannya Pemohon justru menuding penyelenggara Pilkada Kab. Konawe Utara telah melakukan keberpihakan kepada Paslon Anwar-Abdul Razak Naba (Pihak Terkait).
Salah satu argumen yang mendasari Pemohon, yakni adanya surat suara yang tidak ditandatangani oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di beberapa TPS di Kabupaten Konawe Utara. Meski tidak ditandatangani KPPS, surat suara tersebut dibiarkan untuk dipakai oleh pemilih. “Kemudian saat surat suara yang tidak ditandatangani KPPS tersebut didapati ternyata mencoblos Pemohon, maka surat suara itu dinyatakan batal. Hal tersebut tentu saja mengurangi perolehan suara Pemohon,” ujar Mangulang.
Keterlibatan komisioner KPU Kabupaten Konawe Utara dalam usaha pemenangan Pihak Terkait juga dipaparkan Pemohon dalam permohonannya. Keterlibatan dimaksud diketahui saat ditemukan Buku Panduan Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara (Buku Panduan KPPS, red) yang memuat gambar Partai Apel di halaman 14 dengan disertai tulisan “Putra Daerah”.
Tidak hanya itu, dalam halaman yang sama gambar Partai Apel digambarkan tengah dicoblos menggunakan sebuah paku. Menurut Pemohon, penggunaan gambar Partai Apel dan tulisan “Putra Daerah” merujuk kepada Pihak Terkait. “Dari ketiga pasangan calon yang ada, hanya pasangan calon nomor urut tiga (Pihak Terkait) saja lah yang lahir di Kabupaten Konawe Utara. Pihak Terkait juga mengklaim bahwa merekalah putra daerah. Jelas bahwa buku panduan itu menunjukkan keberpihakan penyelenggara, dalam hal ini KPPS kepada salah satu pasangan calon dengan cara-cara yang terstruktur, sistematis, dan masif,” ungkap Mangulang di hadapan Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar serta Wahiduddin Adams dan Suhartoyo selaku anggota.
Tidak hanya itu, lanjut Mangulang, gambar yang serupa juga dipakai sebagai alat peraga dalam sosialisasi di Desa Boenaga, Kecamatan Lasolo. Bahkan, saat itu komisioner KPU Kab. Konawe Utara yang memberikan materi sosialisasi dituding melakukan imbauan untuk memilih Pihak Terkait. Pemohon pun mengaku telah mengantongi nama-nama komisioner KPU dimaksud.
Tudingan bahwa penyelenggara Pilkada berpihak juga dilontarkan oleh Iman Nasef selaku kuasa hukum Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Buton Utara Nomor Urut 3 Ridwan Zakariah-La Djiru selaku Pemohon. Nasef mengungkapkan bahwa ketua KPU Kabupaten Buton Utara menunjukkan keberpihakannya kepada Paslon Nomor Urut 1 Abu Hasan-Ramadio (Pihak Terkait) dengan menyatakan Pihak Terkait sudah menang. Padahal, saat itu masih berlangsung pemungutan suara.
“Pada tanggal 9 Desember 2015 sekira pukul 13.30 WITA, saat itu masih berlangsung proses pemungutan suara dengan beberapa puluh pemilih masih belum menggunakan haknya. Tapi ketua KPU Kabupaten Buton Utara dengan membawa kekurangan surat suara untuk TPS 1 Desa Bira, Kecamatan Kulisusu justru memberikan pernyataan yang kurang lebih berbunyi paslon nomor urut satu sudah menang ribuan suara,” papar Nasef.
Berdasarkan argumentasi beserta bukti yang dimiliki, Pemohon yakin bahwa penyelenggara Pilkada Kab. Buton Utara telah melakukan upaya pemenangan terhadap Pihak Terkait. Hal tersebut selain melanggar prinsip penyelenggaraan pilkada, juga merugikan perolehan suara Pemohon yang hanya selisih sebesar 1,97 persen dari Pihak Terkait.
Formulasi Hitung Selisih
Pada kesempatan yang sama, Patrialis Akbar sempat menanyakan formulasi perhitungan selisih suara yang dipakai oleh Pemohon. “Saya minta konfirmasi bagaimana cara Saudara menghitung persentase perbedaan selisih suara Pemohon dengan Pihak Terkait. Tadi dikatakan 1,97 persen, bagaimana cara menghitungnya? Coba jelaskan,” tanya Patrialis kepada Nasef.
Menjawab pertanyaan tersebut, Nasef menguraikan bahwa persentase selisih tersebut didapatkan dari menghitung jumlah perolehan suara (perolehan suara Pemohon, red) yang ditetapkan oleh Termohon yaitu sebesar 37.797 suara. Perolehan suara Pemohon tersebut kemudian dihitung besaran dua persennya. Ternyata setelah dikalkulasi dengan perolehan suara Pihak Terkait, Pemohon menemukan angka 740 yang bila dipersentase menjadi 1,97 persen.
Mengetahui hal tersebut, Suhartoyo menimpali bahwa formulasi perhitungan persentase yang dilakukan Pemohon berbeda hasilnya dengan perhitungan Suhartoyo. “Kalau saya hitung dengan PMK (menggunakan formulasi penghitungan sesuai Pasal 6 PMK No. 5 Tahun 2015, red) ditemukan persentasi di atas tiga persen,” jelas Suhartoyo terperinci.
Untuk diketahui, Pasal 6 ayat (3) PMK No. 5 Tahun 2015 memang mengatur bahwa persentase dihitung dari jumlah suara terbanyak berdasarkan penetapan perhitungan suara oleh Termohon.
Pada persidangan yang berlangsung pada sesi ketiga dan keempat ini, perkara PHP kada di Provinsi Sulawesi Tenggara lainnya juga diperiksa oleh panel hakim. Sengketa pilkada dimaksud, yaitu sengketa Pilkada Kabupaten Muna, Kabupaten Konawe Kepulauan, dan Kabupaten Wakatobi.
Provinsi Maluku
Terakhir, sebelum persidangan ditutup untuk hari ini, panel hakim memeriksa tiga perkara PHP Kada Provinsi Maluku. Ketiga perkara dimaksud yaitu PHP Kada Kabupaten Buru Selatan yang dimohonkan Paslon Rivai Fatsey-Anthonius Lesnussa, PHP Kada Kabupaten Maluku Barat Daya yang dimohonkan Paslon Simon Moshe Maahury-Kimdevits Berthi Marcus dan Paslon Nikolas Johan KiliKily-Johannis Hendrik Frans. (Yusti Nurul Agustin/lul)