Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara dianggap melakukan kecurangan karena membiarkan turis asal Tiongkok melakukan pencoblosan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pulau Taliabu tahun 2015. Hal itu diungkapkan oleh Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 Zainal Mus-Arifin H.A Majid dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 16/PHP.BUP-XIV/2016 yang digelar Mahkamah Konstitusi pada Jumat (8/1) di Ruang Sidang Panel 1.
Melalui kuasa hukumnya Dhifla Wiyani, Pemohon mendalilkan kecurangan KPU Pulau Taliabu di 24 TPS yang menyebabkan Pemohon kehilangan sebesar 1.864 suara. Kecurangan tersebut di antaranya terjadi karena KPU Pulau Taliabu memanfaatkan surat domisili yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA). “Banyak surat keterangan domisili yang digunakan oleh pihak yang tidak berhak, seperti anak di bawah umur dan orang yang tidak tinggal di daerah tersebut. Warga negara asing pun memakai surat keterangan domisili seperti ada turis China (Tiongkok, red),” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat.
Menanggapi dalil Pemohon tersebut, Arief mempertanyakan apakah Pemohon telah melaporkan pelanggaran yang didalilkan tersebut kepada panitia pengawas (Panwas). Kuasa Pemohon menjelaskan telah melaporkan pelanggaran tersebut dan sudah keluar surat rekomendasi. “Sudah ada rekomendasi kepolisian kemudian sudah sampai di kejaksaan,” ujarnya.
Politik Uang
Sementara itu, Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tidore Kepulauan M. Hasan Bay-Mochtar Sangadji yang menjadi pemohon perkara Nomor 41/PHP.KOT-XIV/2016 mendalilkan adanya politik uang yang dilakukan Pasangan Calon Nomor Urut 3 Ali Ibrahim-Muhammad Sinen secara terstruktur, sistematis dan masif. Eddie Moeras selaku kuasa hukum pemohon mendalilkan politik uang berupa suap tersebut dilakukan dengan mengumpulkan kepala desa di sejumlah kecamatan. “Dibagi-bagikan uang pada saat menjelang adanya pemilihan,” jelasnya.
Pemohon telah melaporkan atas kecurangan yang terjadi kepada Panwas Kota Tidore Kepulauan, tapi tidak ditanggapi. Namun, lagi, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menegaskan kepada para pemohon untuk mencantumkan jumlah perolehan suara dalam petitum. “Sebagaimana ketentuan yang diharuskan oleh undang-undang, maupun oleh peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 bahwa di petitum itu kan harus ada penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. Itu Saudara, tidak ada di petitum,” tandasnya.
Sidang berikutnya untuk kedua perkara ini akan digelar pada Rabu, 13 Januari 2016 mendatang. Agenda sidang tersebut, yakni mendengar jawaban Termohon dan Pihak Terkait. (Lulu Anjarsari)