Isu politik uang dan keperpihakan penyelenggara pemilihan terhadap salah satu pasangan calon masih menjadi persoalan utama yang didalilkan para pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP kada) yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Di antaranya juga mencuat pada persidangan PHP kada beberapa daerah di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Jumat (8/1) siang.
Di hadapan Majelis Hakim Panel 3, Pemohon PHP Kabupaten Mahakam Ulu, yakni pasangan Calon Nomor Urut 2 Ruslan-Valentinus Tingang (nomor perkara 87/PHP.BUP-XIV/2016) mendalilkan banyaknya surat suara pemilih yang tidak berhologram telah tercoblos dengan memilih pasangan calon nomor urut 1 Bonifasius Belawan Geh-Juan Jenau hampir di seluruh kecamatan.
”Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mahakam Ulu tahun 2015 telah jelas cacat administrasi. Oleh karena itu, sangat berasalan bahwa penyelenggaraan pemilihan Kabupaten Mahakam Ulu tahun 2015 dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum,” jelas Supriyana, Kuasa Hukum Pemohon di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Hal serupa juga didalilkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Berau Nomor Urut 1 Ahmad Rifai-Fahmi Rizai, Pemohon perkara 34/PHP.BUP-XIV/2016. Kuasa Hukum Pemohon Supriyadi Adi mengatakan terdapat keberpihakan KPU kepada Pasangan Calon Nomor Urut 2 Murarram-Agus Tantomo. “KPU sebagai Termohon membiarkan pasangan calon nomor urut 2 kampanye di luar jadwal. Serta adanya pembiaran pelanggaran penyebaran alat peraga kampanye yang bukan difasilitasi oleh KPU Kabupaten Berau,” jelasnya.
Kemudian, Pemohon juga mendalilkan adanya pembiaran oleh KPU Berau atas pelanggaran yang dilakukan Paslon Nomor Urut 2 dengan memanfaatkan masyarakat dengan menyebarluaskan fitnah kepada Pemohon.
Dengan kasus yang tak jauh berbeda, Paslon Bupati dan Wakil Bupati Kutai Barat Nomor Urut 3 Abed Nego-Syaparudin mendalilkan adanya keberpihakkan KPU kepada Paslon Nomor Urut 2 FX Yapan-Edyanto Arkan terkait dengan jumlah suara. “Menurut pemohon, jika Termohon selaku penyelenggara melaksanakan tugasnya dengan adil, tanpa memihak kepada pasangan nomor urut 2, perolehan suara Pemohon berada di peringkat pertama melebihi perolehan suara pasangan calon nomor urut 2,” terang kuasa hukum Pemohon Perkara 47/PHP.BUP-XIV/2016, Kahar Nawir.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan pelanggaran-pelanggaran lainnya, yakni pemalsuan identitas Kartu Keluarga dan pemalsuan Nomor Induk Kependudukan. “Hal tersebut terbukti dengan adanya pendukung pasangan calon nomor urut 2 yang tidak memiliki KTP tetapi diperbolehkan memilih. Ada pula penyalahgunaan C-6, yaitu Termohon tidak membagikan C-6 kepada pemilih,” imbuh Nawir.
Politik Uang
Pada sesi yang sama, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Timur, Kalteng Nomor Urut 4 Muhammad Rudini-Supriadi sebagai Pemohon dengan nomor perkara 109/PHP.BUP-XIV/2016, mengatakan bahwa terdapat pelanggaran saat Pilkada Kabupaten Kotawaringin Timur, antara lain adanya penggelembungan suara, pengalihan suara Pemohon kepada salah satu calon, serta money politik yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif karena terjadi hampir di seluruh kecamatan pada Kabupaten Kotawaringin Timur. Adapun jumlah uang yang dibagikan, menurut Pemohon, sebesar Rp50.000 hingga Rp15.000.000 untuk memenangkan Paslon Nomor Urut 2 Supian Hadi-Muhammad Taufiq.
“Pelanggaran tersebut terjadi hampir di seluruh kecamatan pada Kabupaten Kotawaringin Timur. Sehingga secara signifikan merupakan fakta atas kecurangan yang sistematis, terstruktur, dan masif dan jelas mempengaruhi perolehan suara yang demokratis, adil, jujur dan pada Pemilihan Kepala Daerah di Kotawaringin Timur Tahun 2015,” papar kuasa hukum Pemohon Ardi Manto Adiputra.
Selain itu, Pemohon juga memaparkan adanya keberpihakan KPU Kabupaten Kotawaringin Timur kepada salah satu pasangan. KPU dinilai telah mempersulit Pemohon untuk menjadi calon Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur. Tidak hanya itu, KPU juga telah meloloskan paslon nomor urut 2 yang dinilai tidak memenuhi syarat ketentuan menjadi calon bupati dan wakil bupati, terkait dengan ijazah.
Menanggapi hal tersebut, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mempertanyakan maksud pengalihan suara yang didalilkan Pemohon. “Apa pengalihan tersebut adalah dari tempat ke tempat yang lain, atau dari kota ke kota yang lain, atau ketika dihitung dialihkan, ini pindah pengalihan suara. Di sini apa ada bukti, ada pengalihan itu?” tanya Wahiduddin.
Menjawab pertanyaan Majelis Hakim, Pemohon menyatakan sudah memiliki bukti pengalihan suara. Bukti tersebut akan dilampirkan sebagai alat bukti dalam permohonannya. MK akan menggelar sidang selanjutnya pada Rabu (13/1) dengan agenda mendengarkan Jawaban Termohon (KPU) dan keterangan dari Pihak Terkait. (panji erawan/lul)