Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan Pengujian UU No. 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian pada Kamis, 10 Mei 2007 pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat dengan agenda sidang Pemeriksaan Pendahuluan. Perkara ini diregister pada hari Jumat, 20 April 2007, 09.00 WIB dengan no perkara 11/PUU-V/2007. Perkara ini diperiksa oleh Panel Hakim Maruarar Siahaan, S.H., Soedarsono, S.H., dan Prof. H.A. Mukthie Fadjar, S.H., MS., dengan Panitera pengganti Eddy Purwanto.
Perkara yang diajukan oleh Yusri Ardisoma pekerjaan seorang tani mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi RI mengenai Pengujian Pasal 10 ayat (3) beserta penjelasannya dan Pasal 10 ayat (4) beserta penjelasannya UU No. 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian bertentangan dengan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945.
Pemohon mengajukan UU ini ke Mahkamah Konstitusi karena Pemohon merasa dirugikan dengan adanya penyitaan tanah waris yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Subang seluas 277.645 Ha pada tanggal 13 September 1979. Perkara yang diajukan pada Pengadilan Negeri Subang ini dalam putusannya bahwa tanah tersebut harus dieksekusi karena telah melebihi batas maksimal dalam memiliki tanah pertanian sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 beserta peraturan pelaksananya.
Berdasarkan peristiwa hukum diatas, Pemohon sebagai ahli waris atas tanah tersebut menganggap bahwa hak dan kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan dengan diterapkannya UU No. 56 PRP Tahun 1960 Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) karena tanah hak milik selebihnya dirampas oleh negara dengan tidak mendapat ganti rugi apapun.
Dalam persidangan pertama ini Ketua Hakim Panel Maruarar Siahaan memberi nasehat kepada Pemohon agar dalam permohonannya Pemohon lebih memfokuskan pada Undang-Undang No. 56 PRP Tahun 1960 tersebut, terutama pengertian tentang hak milik atau hak konstitusional Pemohon yang bertentangan dengan konstitusi dan merasa terganggu akan adanya UU tersebut.
Pemohon dalam persidangan mengatakan bahwa pada dasarnya Pemohon tidak merasa keberatan dengan adanya UU yang menetapkan adanya pembatasan kepemilikan tanah pertanian. Tapi dalam hal ini Pemohon berpendapat bahwa dengan adanya penyitaan tanah tersebut terdapat ganti rugi yang dapat dibayarkan bagi pemilik tanah.
Pada akhir persidangan, Panel Hakim Konstitusi memberikan kesempatan selama dua minggu agar Pemohon bisa memperbaiki permohonannya dan dapat meminta saran kepada ahli hukum dalam perbaikan permohonan tersebut. Semoga akhir dari perjuangan seorang petani ini dalam memperjuangkan hak konstitusionalnya di Mahkamah Konstitusi membuahkan hasil?! (Vien)