JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Advokasi Hukum (BaHu) DPP Partai Nasdem, Taufik Basari menuturkan, dari total 131 daerah yang dimenangkan Partai Nasdem, 60 di antaranya digugat hasil pilkadanya ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun dari 60 daerah tersebut, hanya tiga di antaranya yang memenuhi syarat selisih suara.
"Kami masukkan rumus syarat selisih suara menurut Undang-Undang, yang memenuhi syarat hanya Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Memberamo Raya dan Kabupaten Halmahera Selatan," ucap Taufik di Kantor DPP Partai Nasdem, Selasa (5/1/2016).
Nasdem, lanjut Taufik, menangani enam permohonan baik sebagai pihak penggugat maupun tergugat.
Enam daerah tersebut adalah Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Asmat, dan Provinsi Gorontalo.
Untuk kasus Kabupaten Bangka Barat, papar Taufik, ada pola kecurangan di mana terdapat pihak yang dengan sengaja tidak membagikan formilir C6 (undangan) ke pihak-pihak pendukung pemohon.
Ini menyebabkan para pendukung calon lain tidak dapat menggunakan hak pilihnya.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan BaHu Nasdem, jumlah C6 yang tidak dibagikan sangat besar. Dari tiga kecamatan saja, menurut Taufik, jumlahnya sudah lebih dari 1.300 formulir.
Saat ditelusuri, ditemukan bahwa dengan tidak dibagikannya formulir C6 tersebut, angka partisipasi di daerah tersebut menjadi rendah.
"Di situlah yang kami permasalahkan untuk dilihat oleh MK apakah ada pelanggaran berupa penghilangan hak pilih masyarakat yang mempengaruhi perolehan suara," ujar Taufik.
Ia menyatakan, BaHu Nasdem serius dalam menangani dan mengawal proses persidangan sengketa hasil pilkada, baik sebagai pemohon maupun pihak terkait.
"Tentunya dengan kemenangan yang cukup banyak, salah satu tugas kami adalah mempertahankan kemenangan yang sudah ada dan merebut kemenangan yang tertunda," kata dia.
Aturan gugatan
Dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, syarat pengajuan sengketa hasil pilkada diatur sesuai dengan jumlah penduduk di suatu daerah.
Pasal 158 ayat (1) menjelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Aturan ini banyak dipermasalahkan oleh publik, salah satunya dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil mengatakan, aturan mengenai selisih suara untuk mengajukan sengketa hasil pilkada tak relevan.
Terlebih MK juga memberikan ruang bagi pemantau pemilu untuk mengajukan permohonan. Padahal, pemantau pemilu tak mungkin mempersoalkan hitung-hitungan suara melainkan lebih mempersoalkan masalah kecurangan dalam pelaksanaan pilkada.
Sumber: http://pilkada.kompas.com/read/2016/01/05/22222011/kemenangan.60.calonnya.digugat.ke.mk.nasdem.nilai.hanya.3.yang.penuhi.syarat?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp