Kasus suap yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, masih sangat jelas dalam ingatan kita. Akil divonis hukuman pidana seumur hidup oleh pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) Jakarta. Akil dinyatakan terbukti melakukan praktek suap jual beli putusan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Kasus Akil itu tidak boleh kita lupakan dan harus menjadi peringatan bagi semua pihak, terutama hakim-hakim MK, untuk tidak mengulangi perbuatan tercela yang dilakukan Akil. Berikanlah putusan yang adil dan benar. Berpihaklah kepada yang benar, bukan kepada yang salah.
Namun, berbagai kalangan masih mengkhawatirkan, praktek suap jual beli putusan sengketa hasil Pilkada kemungkinan masih mungkin terjadi di MK. Dugaan itu masih terjadi karena masih banyak pengaduan gugatan ke
MK dan dimenangkan oleh MK bagi mereka yang harusnya kalah. Hal ini sebatas dugaan, kebenarannya harus dibuktikan, tentunya.
Kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga menyebutkan, bayang-bayang kelam jejak kotor Akil Muchtar tidak bisa cepat hilang. Proses sidang sengketa pilkada serentak jadi momentum pembuktian bagi MK untuk mengembalikan integritas kelembagaannya. Caranya adalah dengan memastikan proses persidangan sebersih-bersihnya. Jika proses ini berhasil dengan baik, maka MK akan kembali meraih kepercayaan publik.
Untuk meraih kepercayaan publik itu tentu diperlukan upaya keras dari seluruh pimpinan dan jajaran MK untuk memulihkan kembali integritas dan kepercayaan publik. Meski demikian, tentu terlalu berlebihan jika dikatakan MK saat ini masih dibayang-bayangi kasus Akil Mochtar. Sebab, publik masih mempercayai hakim MK saat ini msih memiliki integritas, moral, dan anti suap.
Tentu, kita meminta MK lebih hati-hati dalam memutuskan suatu gugatan pilkada, dan diharapkan tidak hanya semata-mata berpatokan dengan selisih perolehan suara. Namun, kecurangan-kecurangan yang dilakukan para pasangan calon (paslon) yang ikut Pilkada 9 Desember yang lalu, juga harus menjadi pertimbangan.
Itulah sebabnya, MK harus bekerja secara profesional dan mendetil dalam memeriksa setiap permohonan sengketa, sehingga dapat menyentuh permasalahan subtantif dari setiap sengketa. Juga harus mendorong pemeriksaan secara detil atas semua alat bukti dan dalil yang dimohonkan.
Para analis menyebut, kedua hal tersebut memiliki hubungan langsung terhadap adanya potensi kecurangan pilkada secara keseluruhan.
Seperti diketahui, pilkada serentak yang sudah usai digelar masih menyisakan banyak permasalahan yang akan diselesaikan MK. Sampai dengan Rabu (23/12/2015) lalu, MK telah menerima 145 permohonan sengketa pilkada yang terdiri dari 139 pilkada Kabupaten/Kota dan 6 pilkada Provinsi. Sesuai dengan kewenangan pada UU Pilkada, MK kali ini hanya berwenang untuk memutus Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) dengan syarat utama adanya selisih suara dalam permohonan sengketa yang diajukan.
Menurut catatan, ada beberapa pelanggaran pada pilkada. Antara lain, politik uang menjelang hari pemilihan, penghadangan, pemaksaan atau teror yang dilakukan kepada pemilih agar memilih atau tidak memilih calon kepala daerah tertentu. Juga pemalsuan dokumen pemilihan, penyalahgunaan jabatan dari incumbent atau kepala daerah petahana dalam memaksa pegawai negeri sipil setempat agar memilih calon tersebut. Dan KPU yang memihak pada calon tertentu.
Ya, MK jangan bermain api, bermain mata, dan bermain aman. Sangat baik bila terlebih dahulu menyelidiki proses saat pilkada berjalan. Juga bukti-bukti yang kuat. Publik, terutama pihak-pihak yang bersengketa, meminta MK harus secara transparan, jernih, akuntabel, profesional dalam menangani perkara gugatan. Ingatlah, saat ini, kredibilitas hakim MK dipertaruhkan, dan keputusan MK menyangkut nasib masyarakat, nasib para pendukung para pasangan calon.
Hakim MK punya kewenangan dalam memutus perkara sesuai dengan UU No.48/2009 tentang kekuasaan kehakiman. Kita meyakini hakim-hakim MK akan jauh lebih berhati-hati dan lebih cermat lagi dalam memutus perkara/sengketa hasil pilkada, mengingat kasus-kasus sebelumnya sudah seharusnya dijadikan pelajaran, demi tegaknya hukum di negeri ini.
Sekali lagi, kita mengingatkan MK harus berhasil menunjukkan pembenahan institusi dan marwah para hakimnya dalam memutus perkara pilkada. Salah satu strateginya tentu bagaimana mewujudkan transparansi dan akuntabilitas tiap-tiap putusan sengketa pilkada. Kita yakin MK bisa melakukan semua itu. Pak Hakim, anda harus jadi wakil Tuhan di dunia.
Sumber: http://pembaca.harianterbit.com/daripembaca/2016/01/05/52280/27/27/Hakim-MK-Jangan-Bermain-Api